Tarif Retrosesi Reasuransi Naik, Industri Masih Dibayangi Hardening Market Tahun Ini

Bisnis.com,13 Feb 2024, 12:40 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA— Pakar memprediksi hardening market industri asuransi dan reasuransi masih berlanjut pada 2024.  Ini dapat terlihat dari naiknya tarif reasuransi dan retrosesi terutama dari reasuransi asing.

Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim mengatakan hardening market masih berlanjut lantaran kebutuhan perusahaan akan keuntungan dengan memperbaiki proses seleksi risiko, dan penyesuaian tarif premi atau menaikan tarif premi. 

“Kemudian dengan mengevaluasi risk appetite, hingga diversifikasi produk,” kata Abitani kepada Bisnis, Selasa (13/2/2024). 

Abitani menambahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerapkan beberapa aturan baru yang harus diikuti oleh perusahaan asuransi dan reasuransi di antaranya yakni peningkatan batas minimal modal perusahaan dan penerapaan PSAK 74.

Kendati demikian, Abitani berharap dampak hardening market akan memperbaiki keuntungan perusahaan asuransi dan mendorong peningkatan kapasitas reasuransi pada 2024. Dengan demikian, keadaan ini akan meningkatkan risk appetite perusahaan reasuransi yang dapat mengarah kepada soft market.

Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark) Kocu Andre Hutagalung sebelumnya pun melihat hardening market kemungkinan masih akan berlangsung dengan intensitas yang lebih rendah pada tahun ini, tetapi tidak akan kembali ke posisi soft market terakhir.

Dia mengatakan untuk program retrosesi Maipark sendiri masih mengalami kenaikan yang didorong oleh kenaikan eksposure, tetapi tidak sebesar tahun lalu. Retrosesi salah satunya dilakukan dengan mengalihkan risiko dengan reasuransi luar negeri yang tentunya harganya masih tinggi lantaran hardening market. 

“Retrosesi ke luar negeri diperlukan terutama untuk risiko bencana sifat penyebarannya adalah geografis atau wilayah dengan profil risiko bencana yang berbeda,” kata Kocu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini