Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia) mengungkap perkembangan terkait rencana pemisahan (spin-off) unit usaha syariah (UUS) perusahaan.
Wakil Presiden Direktur Manulife Indonesia Novita Rumngangun mengatakan bahwa saat ini perusahaan masih memiliki bisnis unit syariah UUS Manulife Indonesia.
“Saat ini kami memang ada unit syariah yang bekerja sama dengan dua kanal bisnis kami, baik bancassurance dan agency,” kata Novita di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Adapun, Novita mengatakan bahwa saat ini perusahaan asuransi yang berdiri pada 1985 itu masih dalam tahap mengulas rencana spin-off UUS Manulife Indonesia.
“Apakah kami akan spin-off [UUS]? Saat ini kami dalam proses untuk me-review, sudah beberapa kali kami melakukan pertemuan dengan OJK dan pertemuan ini menghasilkan hal-hal yang sangat positif. Tunggu tanggal mainnya pada saat yang tepat,” ungkapnya.
Jika melihat kinerja UUS Manulife Indonesia, perusahaan membukukan laba setelah pajak senilai Rp1,14 miliar dari sisi dana perusahaan dan Rp926 juta dari sisi dana tabarru’ pada Januari 2024.
Sementara itu, aset gabungan UUS Manulife Indonesia mencapai Rp1,35 triliun, yang terdiri dari aset investasi gabungan senilai Rp1,07 triliun dan aset bukan investasi gabungan adalah Rp278,82 miliar pada satu bulan pertama 2024. Untuk ekuitas dana secara gabungan mencapai Rp1 triliun.
Beralih ke rasio kesehatan, UUS Manulife Indonesia mencatat rasio tingkat solvabilitas (risk-based capital/RBC) dana tabarru’ dan dana tanahud berada di angka 1.168%. Sedangkan RBC dana perusahaan mencapai 6.106%.
Perlu diketahui, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023, perusahaan yang memiliki unit usaha syariah harus menyampaikan perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023. Nantinya, tidak semua perusahaan yang mengajukan RKPUS langsung mendapatkan izin pemisahan.
Dalam POJK 11/2023, dijelaskan bahwa untuk melakukan pemisahan UUS perusahaan asuransi maupun reasuransi harus memenuhi beberapa syarat.
Syarat tersebut meliputi nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta UUS telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya.
Selain itu, ekuitas minimum UUS telah mencapai paling sedikit sebesar Rp100 miliar bagi unit syariah perusahaan asuransi. Sementara itu untuk unit syariah perusahaan reasuransi ekuitas minimum sebesar Rp200 miliar.
Dalam hal selama proses pemisahan unit syariah, aset atau ekuitas unit syariah menurun dan tidak lagi mencapai persyaratan. Kondisi dimaksud tidak menghilangkan kewajiban perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, untuk melakukan pemisahan unit syariah.
Di samping itu, pelaksanaan spin-off UUS juga harus tidak mengurangi hak pemegang polis dan peserta. Selain itu tidak menyebabkan perusahaan yang memiliki UUS, perusahaan asuransi atau reasuransi hasil spin off, dan perusahaan yang menerima pengalihan portofolio kepesertaan, melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
OJK menjelaskan bahwa pemisahan unit syariah dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat struktur ketahanan dan daya saing industri asuransi dan reasuransi. Serta menciptakan operasional bisnis yang lebih efektif dan efisien.
Regulator juga berharap spin-off mampu memperkuat investasi teknologi dan sumber daya manusia, serta melindungi kepentingan pemegang polis dan peserta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel