Tangkal Efek Buruk Hilirisasi Nikel, Industri Daur Ulang Perlu Diguyur Insentif

Bisnis.com,21 Feb 2024, 01:00 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti pentingnya insentif fiskal untuk industri daur ulang produk hilir nikel untuk menangkal kerugian hilirisasi mineral tersebut. 

Laporan terbaru Celios menyebutkan pengoperasian penuh kapasitas produksi smelter nikel saat ini akan mengakibatkan 5.000 kematian dan beban ekonomi US$3,42 miliar per tahun akibat dampak kesehatan terkait polusi udara. 

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, masifnya pertambangan nikel harus selaras dengan pembangunan daur ulang produk olahan nikel tersebut, salah satunya industri daur ulang baterai mobil listrik atau electric vehicle (EV). 

"Untuk menghindari dampak negatif atau ekonomi yang sebenarnya kecil dan semu dari hilirisasi industri maka jawabannya adalah memberikan insentif lebih besar bukan kepada industri smelternya, tetapi kepada industri daur ulang dari produk hilirnya," kata Bhima, Selasa (20/2/2024).

Reformasi prioritas insentif fiskal mesti mengikutsertakan industri daur ulang nikel. Saat ini, fokus insentif hanya mencakup industri pertambangan dan pengolahan nikel. 

Menurut Bhima, insentif industri daur ulang ini akan meningkatkan penggunaan mineral transisi daur ulang untuk energy storage system (ESS) dan penggunaan lain dalam teknologi energi terbarukan. 

Hal ini pun akan mendukung efisiensi penggunaan nikel dan membantu mengamankan ketersediaan cadangan nikel di Indonesia dalam jangka panjang.

"Insentifnya misalkan tax holiday, tax allowance apalagi yang sampai 30 tahun, yang sebelumnya diberikan ke idnustri smelter nikel itu harus diberikan kepada industri daur ulang baterai, jadi ada pergeseran," ujarnya. 

Sementara itu, untuk smelter nikel utamanya yang memiliki emisi tinggi tidak lagi berhak mendapatkan perpanjangan insentif perpajakan. 

Di sisi lain, perlu ada insentif dalam bentuk serapan produk dari hasil recycle kepada otomotif di dalam negeri. Sekaligus, didukung dengan bea keluar 0% untuk ekspor produk hasil recycle dari baterai. 

"Tanpa ada perubahan dari kebijakan hirilisasi nikel maka banyak yang akan dirugikan dalam praktek ekstraksi dan juga pengolahan yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah ke depan," tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini