Harga Minyak Mentah Melemah Terseret Ketidakpastian Kebijakan Moneter Global

Bisnis.com,21 Feb 2024, 06:34 WIB
Penulis: Jessica Gabriela Soehandoko
Kilang minyak Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) Amuay di Kompleks Kilang Paraguana di Punto Fijo, Negara Bagian Falcon, Venezuela, pada hari Sabtu, 19 Agustus 2023./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berakhir melemah pada perdagangan Selasa (20/2/2024) karena kekhawatiran terhadap ketidakpastikan kebijakan moneter global mengenai suku bunga membebani sentimen dari ketatnya pasar akibat ketegangan di Timur Tengah.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret 2024, yang berakhir pada hari Selasa, ditutup melemah 1,3% ke level US$78,18 per barel.

Adapun kontrak April yang lebih aktif melemah 1,8% menjadi US$77,04 per barel.

Sementara itu, harga minyak patokan global Brent untuk kontrak pengiriman April 2024 ditutup turun 1,5% ke level US$82,34 per barel.

Meskipun melemah, harga minyak masih berada dalam kisaran level tertinggi tiga bulan terakhir menyusul masih adanya ketegangan akibat Houthi di Laut Merah, ditambah ketegangan di wilayah utama produksi dan perdagangan minyak mentah yang terus meningkat.

Manajer portofolio senior Tortoise Capital Advisors LLC Rob Thummel mengatakan pasar minyak mentah berada dalam mode wait and see untuk saat ini.

"Hal berikutnya yang diperhatikan oleh para trader adalah apa yang OPEC+ putuskan untuk dilakukan pada pertemuan kebijakan produksi berikutnya,” ungkap Thummel seperti dikutip Bloomberg, Rabu (21/2/2024).

OPEC bersama dengan sekutunya akan bertemu pada awal Maret 2024 untuk memutuskan apakah akan memperpanjang pengurangan produksi hingga kuartal II/2024. 

Menurut menteri perminyakan Iran, negaranya telah berjanji untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap pembatasan produksi setelah selesai melakukan peninjauan estimasi eksternal produksinya. Iran merupakan negara produsen terbesar kedua di OPEC. 

Sebagai catatan, harga minyak mentah telah terjebak dalam kisaran ketat sejak awal 2024. Hal ini dikarenakan faktor-faktor bullish dan bearish yang saling bersaing, sehingga menyebabkan penurunan volatilitas. 

Tanda mengenai buruknya prospek permintaan, terutama dari China sebagai negara importir utama, telah diatasi oleh ketegangan geopolitik dan upaya OPEC+ untuk memangkas produksi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini