OJK Sebut Debitur Nakal Tidak Dilindungi dalam POJK Pelindungan Konsumen

Bisnis.com,23 Feb 2024, 06:45 WIB
Penulis: Arlina Laras
Karyawati beraktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Senin (18/12/2023). Bisnis/Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA --  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan hadir untuk melindungi dua belah pihak antara konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK).

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Rudy Agus P. Raharjo mengatakan, POJK Pelindungan Konsumen terbaru ini lahir untuk menyeimbangkan pengaturan perlindungan terhadap konsumen sekaligus mendorong PUJK agar bisa berkembang dengan baik. 

Rudy mencatat, bila dilihat dari jumlah pengaduan selama 1 Januari 2022 hingga 26 Januari 2024, ada lima sektor yang memiliki pengaduan terbanyak, yakni perbankan 19.000 pengaduan, disusul oleh fintech P2P lending sebesar 9.000, pembiayaan 7.000 dan asuransi 3.000 pengaduan

“Selebihnya [pengaduan] di bawah 1.000. Paling banyak [pengaduan] terkait perilaku penugas penagihan,” ucapnya dalam agenda Hitam Putih Bisnis Bank dan Multifinance Paska POJK Pelindungan Konsumen Nomor 22/2023, Kamis (22/2/2024)

Sehingga, menurutnya diharapkan dengan adanya POJK ini, maka calon konsumen ataupun konsumen menemukan keseimbangan, alias straight and right balance.

“Harapannya PUJK bisa berkembang dengan baik dan dapat melindungi konsumen dan masyarakat,” ungkapnya.

Oleh karenanya, regulator pun mulai membuat rambu-rambu soal penagihan pada konsumen. Tak hanya menyoroti soal prosedur penagihan, Rudy juga menekankan bahwa PUJK sendiri harus berperan aktif dan lebih selektif saat melakukan verifikasi data peminjam. Tujuannya, agar tidak terjadi risiko gagal bayar. 

“Jangan sampai, debitur nakal ini bisa dilayani karena kalau itu terjadi akan ada risiko di belakangnya,” katanya. 

Menurutnya, dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 Pelindungan Konsumen dijelaskan bahwa debitur nakal tidak akan dilindungi. 

Hal tersebut merujuk pada pasal 6 POJK Nomor 22 Tahun 2023 yang disebutkan bahwa PUJK berhak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 

“Di pasal tersebut disebutkan contoh yang tidak baik dari konsumen seperti memberikan informasi atau dokumen tidak jelas, tidak akurat, salah dan menyesatkan,” jelasnya.

Selain itu, konsumen juga menolak melaksanakan kewajiban sebagai tercantum dalam perjanjian menggunakan cara ancaman atau kekerasan, konsumen mengalihkan barang menjadi agunan pada produk kredit atau pembiayaan tanpa merujuk dari POJK. 

“Ini sebenarnya juga diatur dalam UU Jaminan Fidusia yang di mana kita bisa melakukan tindakan hukum lebih lanjut dan konsumen nakal,” ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menilai POJK Nomor 22 Tahun 2023 bertujuan memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas industri, tapi tidak melindungi debitur-debitur nakal.

“Nah masyarakat juga harus bersama-sama memerangi debitur yang tidak beritikad baik, karena kenapa? Ekonomi kita sangat bergantung kepada orang-orang baik, kami punya data 97-98$ debiturnya baik, jangan sampai yang 2% ini teriak-teriak merasa dilindungi, merasa dia lebih hebat udah minjem dana ngga mau bayar,” tegasnya.

Sementara Ketua Bidang Pengembangan Kajian Hukum & ESG Perbanas Fransiska Oei lebih menekankan, pada pasal 6 dan 7 dalam POJK Pelindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa PUJK berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 

“Misalnya konsumen tidak melakukan membayar pada waktunya atau konsumen yang mengalihkan agunan tanpa persetujuan PUJK. Tentunya ini adalah konsumen yang sepatutnya tidak dilindungi oleh POJK ini,” tegasnya. 

Padahal, kata Fransika, apabila sepanjang nasabah beritikad baik, tentunya pihak perbanakn akan melakukan restrukturisasi dengan pihak nasabah untuk menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan kemampuan. 

“Contohnya waktu pandemi, kita mengerti kesulitan yang dihadapi nasabah kami. Oleh sebab itu, penyelesaiannya bisa dari kedua belah pihak setuju,” ungkapnya.

Adapun, menurut Presiden Direktur CIMB Niaga Finance Ristiawan Suherman aturan POJK Pelindungan Konsumen ini perlu disosialisasikan dan memberikan pemahaman ke masyarakat atau nasabah. 

Menurutnya, sebagai bagian dari implementasi peraturan, OJK juga berkomitmen untuk melakukan pemantauan secara aktif terhadap pelaksanaan POJK Nomor 22 Tahun 2023. Hal ini akan memastikan bahwa peraturan ini tidak hanya berfungsi sebagai dokumen formal, tetapi juga menghasilkan dampak nyata dalam meningkatkan perlindungan konsumen dan masyarakat secara keseluruhan di sektor jasa keuangan.

“Jadi, kalau bermasalah dengan pembiyaannya bisa datang ke perusahaan pembiayaan untuk mencari solusi, bukan mencari solusi dengan pihak yang tidak bertanggng jawab. Eksekusi jaminan fidusia masih tetap berlaku dan masih tetap kita pergunakan bagi nasabah yang beritikad tidak baik,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini