Bisnis.com, JAKARTA— PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (TUGU) atau Tugu Insurance sedang mengupayakan koordinasi efektif dengan pihak bank dan lembaga pembiayaan terkait dengan pembagian risiko (risk sharing) asuransi kredit.
Pembagian risiko tersebut berdasarkan aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Nantinya, pihak bank juga turut menanggung risiko kredit paling sedikit 25%.
Presiden Direktur Tugu Insurance Tatang Nurhidayat mengatakan koordinasi tersebut penting lantaran ini merupakan salah satu proses mitigasi risiko.
“Tugu Insurance mengupayakan koordinasi yang efektif dengan para business partner di sektor perbankan maupun lembaga pembiayaan terkait koridor risk sharing asuransi kredit, mengingat hal ini akan menjadi proses mitigasi terhadap potensi eksposur risiko yang akan kami tanggung,” kata Tatang saat dihubungi Bisnis, Jumat (1/3/2024).
Tatang juga meyakini bahwa POJK Nomor 20 Tahun 2023 bertujuan untuk mendukung penyehatan maupun pertumbuhan yang berkelanjutan bagi para pelaku industri perasuransian sehingga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi bagi penguatan ekonomi nasional.
Aturan tersebut terbit menurutnya juga tidak lepas dari pembelajaran seksama atas kondisi selama pandemi Covid-19, khususnya koridor mitigasi pengelolaan portofolio produk asuransi kredit yang sangat dipengaruhi oleh stabilitas keuangan perusahaan asuransi, utamanya dari aspek permodalan dan ekuitas.
“Kami percaya bahwa regulator akan memberikan sosialisasi yang optimal atas petunjuk teknis yang dimaksud mengingat program prioritas OJK 2024 adalah penyempurnaan produk asuransi maupun saluran produk asuransi,” ungkap Tatang.
Adapun portofolio asuransi kredit perseroan tidak begitu besar yakni hanya di bawah 5%. Asuransi kredit yang ditawarkan perseroan berfokus pada sektor industrial saja. Namun demikian, Tugu Insurance pun sebelumnya menunggu aturan terkait dengan pembagian risiko tersebut.
Direktur Teknik Tugu Insurance Sudarlin Uzir sebelumnya mengatakan pihaknya berharap aturan tersebut menjadi salah satu pengerek pertumbuhan premi industri asuransi umum pada 2024.
Pihaknya juga meyakini aturan asuransi kredit menjadi salah satu upaya penguatan mitigasi risiko dan peningkatan tata kelola bagi perusahaan asuransi dalam menyelenggarakan asuransi kredit.
Dikutip dari POJK/2023, perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi umum syariah wajib memiliki pembagian risiko dengan kreditur dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah.
Adapun penetapan risiko yang ditanggung kreditor paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung.
Selain itu nilai pertanggungan/manfaat bruto, paling tinggi adalah 10% dari ekuitas perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi syariah. Sementara nilai retensi sendiri, paling tinggi 5% dari ekuitas perusahaan.
Dari sisi kinerja sepanjang 2023, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat premi asuransi kredit naik ke urutan kedua sebagai kontributor premi terbesar untuk industri asuransi umum, setelah properti. Padahal selama tiga tahun terakhir, asuransi kredit berada di bawah lini usaha properti dan kendaraan bermotor.
Premi asuransi properti mencapai Rp26,48 triliun pada 2023. Angka tersebut naik 1% apabila dibandingkan dengan Rp26,23 triliun pada 2022. Sementara premi asuransi kredit mencapai Rp22,3 triliun yang mana naik 56,2% dibandingkan dengan Rp14,29 triliun pada 2023.
Pada urutan ketiga, premi asuransi kendaraan mencapai Rp19,47 triliun atau naik 7,4% dibandingkan Rp18,1 triliun pada 2022. Sementara secara total, kinerja premi industri asuransi umum naik sebanyak 15,3% menjadi Rp103,86 triliun dari sebelumnya Rp90,1 triliun pada 2022.
Namun demikian klaim pembayaran asuransi kredit juga tetap mengalami lonjakan sepanjang 2023. Klaim yang dibayar industri asuransi umum terhadap lini bisnis kredit mencapai Rp16,88 triliun, melonjak 33,8% dibandingkan dengan Rp12,6 triliun pada 2022. Pembayaran klaim tersebut paling banyak terjadi pada sektor produktif yakni asuransi mikro dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel