Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah bank asing, seperti HSBC Holdings Plc, Standard Chartered, dan Bank of America Corp. sedang mencari peluang untuk ikut mendanai pensiun dini pembangkit batu bara atau PLTU. Hal ini dinilai sebagai sinyal bank-bank raksasa meningkatkan komitmen untuk melakukan investasi yang diperlukan untuk transisi energi global.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (5/3/2024), sumber yang enggan disebutkan namanya menjelaskan ketiganya telah mengusulkan bantuan pendanaan untuk mempercepat penghentian operasi PLTU Cirebon-1 yang berbasis batu bara di Jawa Barat. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) juga disebutkan sedang dalam pembicaraan untuk ikut berpartisipasi, tetapi belum mengajukan secara resmi.
Sementara, saat dimintai keterangan, juru bicara keempat bank asing itu memilih untuk menolak berkomentar terkait dengan transaksi tersebut.
Usai pertimbangan panjang mengenai bagaimana kesepakatan akan berlangsung, muncul momentum selama beberapa bulan terakhir. Peningkatan minat bank-bank itu menyusul penandatanganan perjanjian tidak mengikat antara Asian Development Bank (ADB), PT PLN, Indonesia Investment Authority (INA), dan pemilik pembangkit listrik, yaitu Marubeni Corp., PT Indika Energy, dan Korea Midland Power Co.
Sebagai informasi, PLTU Cirebon menjadi salah satu dari ratusan pembangkit listrik berbasis batu bara yang mengalirkan listrik untuk perumahan dan industri di wilayah Asia Tenggara.
Program pensiun dini PLTU itu pun memerlukan pembiayaan kembali investasi awal. Bank-bank pembangunan dan lembaga keuangan swasta telah setuju untuk bekerja sama melakukan hal tersebut, termasuk pembiayaan di bawah paket bantuan iklim multilateral yang dikenal sebagai Just Energy Transition Partnerships (JETPs).
Dalam praktiknya, usaha untuk mengkolaborasikan modal swasta dan pembiayaan publik tidaklah mudah. Sejumlah bank global menyatakan persetujuan itu berisiko dan terdapat sedikit preseden. Banyak lembaga pembiayaan yang melarang pendanaan di sektor batu bara sebagai komitmen mendukung industri hijau.
ADB, yang memimpin kesepakatan PLTU Cirebon, sebelumnya telah melakukan persiapan pembiayaan sendiri, tetapi kondisi sekarang berubah. Sebagai respons permintaan proposal pada Januari lalu, beberapa komersial bank dikabarkan menyatakan minat dan ADB sedang melakukan seleksi pemberi pinjaman. Diperkirakan, kesepakatan akan tercapai pada Juni, ujar salah seorang juru bicara ADB.
Rencananya, sebagian besar ekuitas PLTU akan diubah menjadi utang untuk membayar satu kali dividen sebagai kompensasi kepada para investor atas hilangnya pendapatan di masa depan.
Lembaga pembiayaan akan mendanai dengan suku bunga yang ada di pasar dan ADB akan mencampur pinjaman tersebut dengan dana yang ada dengan tujuan menurunkan suku bunga sehingga utang menjadi lebih murah. Pada akhirnya, utang ini bisa dilunasi selama periode PLTU masih beroperasi sebelum dimatikan.
"Tujuan saat ini adalah bagaimana mengeksekusi rencana tersebut dan merealisasikan transaksi spesifik yang membawa bank-bank mencapai tujuan tersebut tahun ini," ujar Co-Chief Executive HSBC untuk Asia-Pasific Surendra Rosha pada Climate Business Forum di Hong Kong pada Kamis minggu lalu.
Sementara, bagi pihak StanChart, Chief Sustainability Officer Marisa Drew mengatakan tujuan yang ingin dicapai adalah menjadi bagian dari kesempatan penting yang dapat dijadikan contoh di masa depan. "Kami sangat menantikan hal itu," ujarnya.
Namun, baik Rosha maupun Drew berbicara secara umum dan tidak membahas pembicaraan apa pun yang melibatkan Cirebon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel