Menteri Teten Ungkap Serapan Kredit UMKM di Sektor Usaha Tani Masih Rendah

Bisnis.com,08 Mar 2024, 15:26 WIB
Penulis: Dwi Rachmawati
Petani beraktivitas di lahan persawahan di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki mencatat penyerapan kredit UMKM di sektor usaha tani masih rendah. 

Teten menyebut bahwa penyerapan kredit UMKM di sektor usaha tani seperti pertanian hanya berkisar 31%, sedangkan penyaluran kredit di usaha perikanan jauh lebih rendah yakni sekitar 2%.

"Ke mana sebagian besar kredit UMKM? Ke sektor perdagangan karena potensi non-performing loan [NPL] rendah," ujar Teten dalam keterangannya, dikutip Jumat (8/3/2024).

Dia menjelaskan, para produsen pangan seperti petani di Indonesia rata-rata hanya memiliki lahan produksi sekitar 0,3 hektare. Kapasitas produksi yang minim itu membuat bank enggan memberikan pembiayaan kepada petani kecil.

"Karena potensi NPL tinggi hingga potensi gagal panen," ucapnya.

Oleh karena itu, menghubungkan petani kecil dengan agregator dalam bentuk koperasi yang memiliki pasar menjadi upaya untuk meningkatkan kepastian usaha tani. Namun, sayangnya kebanyakan agregator tidak memiliki kapasitas pendanaan seperti yang dilakukan perbankan.

Menurut Teten, kondisi berbeda ditemui di India di mana para agregator di negara itu diberi kewenangan untuk membeli dan mengakses dana perbankan hingga 3%.

"Yang awalnya dibeli tengkulak sekarang dibeli oleh koperasi, petani menjadi terencana produksi karena sesuai permintaan pasar," jelasnya.

Teten pun membeberkan tiga faktor yang menyebabkan UMKM sulit mengakses kredit perbankan dan nonperbankan. Faktor pertama, kata Teten, para UMKM tidak memiliki agunan.

Survei Bank Indonesia pada 2022 menunjukkan bahwa alasan terbesar pengakuan kredit UMKM ditolak bank lantaran tidak adanya agunan tercatat hingga 59,62%, sementara penolakan pada kredit nonbank atau fintech karena tidak ada agunan mencapai 46,43%.

Lebih lanjut, Teten menyebut, alasan kedua, yaitu tingginya suku bunga kredit. Pada 2021, suku bunga kredit di Indonesia mencapai 8,59% kalah rendah dari Malaysia sebesar 3,45%, dan Singapura 5,42%.

"Ketiga, banyak UMKM terkendala Status SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan]. Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24%, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK,” bebernya.

Dengan begitu, Teten mengusulkan untuk penyusunan skema kredit skoring bagi UMKM sektor produktif untuk menjadi alternatif penilaian kelayakan kredit selain agunan.

"Ada lebih 140 negara menggunakan skema ini [kredit tanpa agunan]," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini