Asuransi Kredit Berbagi Risiko dengan Bank, Mega Insurance Koordinasi dengan Bank Partner

Bisnis.com,08 Mar 2024, 08:17 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Logo Mega Insurance/megainsurance.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Umum Mega (Mega Insurance) tengah menjalin komunikasi dan koordinasi dengan mitra bisnis terkait dengan implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Dalam aturan tersebut terdapat penetapan pembagian risiko (risk sharing) antara pihak asuransi dengan perbankan. 

Risk, Legal, & Compliance Director Mega Insurance Diang Edelina mengatakan diskusi dengan perbankan masih mempertajam pembahasan terkait poin-poin perubahan yang harus direvisi dalam perjanjian kerja sama terkait asuransi kredit. Perubahan nantinya harus diterapkan dalam dokumen polis. 

“Poin-poin perubahan terhadap perjanjian kerja sama terkait dengan POJK Nomor 20 Tahun 2023 telah disampaikan dan dijelaskan kepada mitra bisnis. Saat ini, pihak mitra bisnis masih melakukan assessment internal terhadap dampak dari perubahan-perubahan tersebut,” tutur Diang saat dihubungi Bisnis, Kamis (7/3/2024). 

Diang menambahkan beberapa pihak bank juga sudah mendapatkan informasi terkait dengan aturan risk sharing tersebut, tetapi masih menunggu sosialisasi dari regulator terkait pengaplikasiannya. Oleh karena itu, lanjut dia, analis lebih lanjut terhadap dampak penerapannya masih dilakukan oleh pihak bank. 

Dalam aturan POJK Nomor 20 Tahun 2023, perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi umum syariah wajib memiliki pembagian risiko dengan Kreditur dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah. 

Penetapan risiko yang ditanggung kreditur paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung. Selain itu nilai pertanggungan/manfaat bruto, paling tinggi adalah 10% dari ekuitas perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi syariah. 

Sementara nilai retensi sendiri, paling tinggi 5% dari ekuitas perusahaan.  Dari sisi kinerja sepanjang 2023, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat premi asuransi kredit naik ke urutan kedua sebagai kontributor premi terbesar untuk industri asuransi umum, setelah properti. 

Padahal selama tiga tahun terakhir, asuransi kredit berada di bawah lini usaha properti dan kendaraan bermotor. Adapun premi asuransi properti mencapai Rp26,48 triliun pada 2023. Angka tersebut naik 1% apabila dibandingkan dengan Rp26,23 triliun pada 2022. 

Sementara premi asuransi kredit mencapai Rp22,3 triliun pada 2023, yang mana naik 56,2% dibandingkan dengan Rp14,29 triliun pada 2022.  Pada urutan ketiga, premi asuransi kendaraan mencapai Rp19,47 triliun atau naik 7,4% dibandingkan Rp18,1 triliun pada 2022. Sementara secara total, kinerja premi industri asuransi umum naik sebanyak 15,3% menjadi Rp103,86 triliun dari sebelumnya Rp90,1 triliun pada 2022. 

Namun demikian klaim pembayaran asuransi kredit juga tetap mengalami lonjakan sepanjang 2023. Klaim yang dibayar industri asuransi umum terhadap lini bisnis kredit mencapai Rp16,88 triliun, melonjak 33,8% dibandingkan dengan Rp12,6 triliun pada 2022. Pembayaran klaim tersebut paling banyak terjadi pada sektor produktif yakni asuransi mikro dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini