Gas Murah Dinilai Bisa Tangkal Sentimen Negatif Ekspor Baja

Bisnis.com,08 Mar 2024, 21:36 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Tanur sembur tradisional di pabrik Salzgitter. - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) mendorong keberlanjutan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri baja guna memperluas pasar ekspor dengan ongkos produksi terjangkau.

Chairman IISIA Purwono Widodo mengatakan realisasi serapan gas murah industri pada 2022 adalah sekitar 70% dari alokasi untuk industri baja sebesar 76,34 billion british thermal unit per day (BBTUD).

"HGBT sangat perlu dilanjutkan untuk dapat terus mendukung kinerja industri baja nasional, terutama untuk mengantisipasi dampak melemahnya ekonomi China," kata Purwono kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (8/3/2024). 

Lemahnya ekonomi China berpotensi menyebabkan penurunan ekspor ke Negeri Panda, yang selama ini menjadi tujuan ekspor utama. Di sisi lain, ada potensi naiknya impor dari China akibat barang-barang yang tidak terserap pasar. 

IISIA mencatat bahwa sejak 2018, China masih menjadi tujuan utama ekspor baja, diikuti oleh Taiwan, India, Filipina, dan Malaysia. Pada Oktober 2023, ekspor baja ke China mencapai 8,1 juta ton atau meningkat 20,2% dibandingkan periode 2022. 

"Jadi HGBT sangat efektif dalam mendukung kinerja industri baja nasional baik dalam meningkatkan daya saing atas produk impor maupun melakukan ekspor ke negara lain," tuturnya. 

Tidak hanya itu, HGBT juga dibutuhkan untuk peningkatan daya saing bagi penetrasi ke pasar ekspor baru untuk menggantikan pasar Eropa yang akan memperlakukan Carbon Border Adjusment Mechanism (CBAM). 

Adapun, CBAM merupakan kebijakan Uni Eropa untuk mengatasi kebocoran karbon. Pada tahap awal, CBAM akan berlaku untuk impor barang-barang tertentu dengan tingkat emisi karbon yang tinggi dan memiliki risiko kebocoran karbon yang paling signifikan, yaitu semen, besi dan baja, aluminium, pupuk, listrik, dan hidrogen. 

Sementara, produk baja dengan emisi karbon yang rendah akan memiliki biaya produksi yang lebih tinggi hingga 20%, bahkan lebih, dibandingkan dengan produk baja konvensional. 

IISIA menilai penerapan CBAM dipastikan akan berdampak pada ekspor produk baja ke Eropa, termasuk yang berasal dari Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini