Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja simpanan nasabah perbankan pada 2023 mengalami tren lesu. Sejumlah bank pun tercatat mengalami penurunan raupan dana pihak ketiga (DPK).
PT Bank Permata Tbk. (BNLI) misalnya mencatatkan penyusutan DPK pada 2023 sebesar 3,72% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp188,31 triliun.
Direktur Keuangan Bank Permata Rudy Basyir Ahmad mengatakan penurunan DPK terjadi seiring dengan strategi bank yakni optimalisasi balance sheet. Bank Permata berupaya menjaga dana murah (current account saving account/CASA) di tengah tren suku bunga tinggi.
Tercatat, raupan dana murah Bank Permata mencapai Rp103,57 triliun pada 2023, sebesar 54,99% terhadap DPK.
Selain itu, menurut Rudy, di industri pun terjadi tren lesu simpanan. "Persaingan DPK juga cukup tinggi. Ada bank besar memberi suku bunga tinggi," katanya dalam Public Expose Bank Permata pada beberapa waktu lalu (7/3/2024).
Sementara, Bank Permata memilih tidak bersaing meraup simpanan nasabah dengan menawarkan bunga tinggi. "Itu challenge di eksternal saja dalam meraup DPK," katanya.
PT Bank Mega Tbk. (MEGA) juga mencatatkan penurunan DPK 13,12% yoy dari Rp102,94 triliun pada 2022 menjadi Rp89,43 triliun per 2023.
Wakil Direktur Utama Bank Mega Diza Larentie mengatakan di tengah tren suku bunga tinggi, bank juga menerapkan upaya menjaga dana murah. Rasio dana murah Bank Mega sampai ke level 30%, dari tahun sebelumnya yang hanya memiliki porsi 28,83% dari total DPK.
Kemudian, PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) mencatatkan penyusutan DPK 5,8% yoy menjadi Rp108,19 triliun pada 2023. PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) juga mencatatkan penurunan DPK 4% yoy menjadi Rp13,87 triliun pada 2023.
Selain itu, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) atau Bank Jatim mencatatkan penyusutan jumlah simpanan nasabah menjadi Rp75,84 triliun pada 2023, dari jumlah simpanan nasabah per 2022 sebesar Rp79,92 triliun.
Sebagaimana diketahui, simpanan nasabah di perbankan mengalami tren lesu pada 2023. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), raupan DPK pada 2023 hanya tumbuh 3,8% yoy, melambat dibandingkan Desember 2022, di mana DPK masih bisa tumbuh di level 9,3%.
Apabila ditarik dalam satu dasawarsa terakhir, sejak 2014 hingga 2023 pertumbuhan DPK paling seret memang terjadi pada akhir 2023.
Pada 2014, pertumbuhan DPK tergolong pesat yakni 12%. Pertumbuhannya melambat setahun setelahnya menjadi 8%. DPK kembali tumbuh pesat pada saat pandemi Covid-19 di medio 2020, 2021, dan 2022, masing-masing tumbuh 11,3%, 12,1%, dan 9,3%.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pertumbuhan DPK pada 2023 awalnya dianggap akan kembali ke normal karena ada adjustment.
Akan tetapi, pada kenyataannya DPK hanya tumbuh 3,8%. "Ada beberapa hal yang menyebabkan DPK melambat, sebagian dana dipakai ekspansi," tuturnya.
Purbaya menjelaskan dari sisi tiering nominal simpanannya, perlambatan terjadi pada tiering simpanan nasabah kaya atau nominal di atas Rp5 miliar. Sementara, nilai simpanan nasabah di atas Rp5 miliar banyak yang merupakan nasabah korporasi.
Adapun, dari sisi korporasi banyak simpanan dipakai untuk menjalankan ekspansi. "Mereka beralih memakai uang sendiri untuk usahanya. Ini karena bunga pinjaman naik, sehingga mereka pakai uang mereka terlebih dahulu sampai habis," ujarnya.
Selain itu, ada dampak dari unintended contruction policy atau kebijakan konstruksi yang tidak diinginkan, entah dari fiskal dan moneter yang membuat DPK melambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel