Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat sejumlah tantangan yang harus diperhatikan industri perbankan dalam mengelola kredit berisiko (loan at risk/LaR) pada tahun ini. Meski begitu, OJK optimistis LaR akan terjaga.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK senantiasa memantau perkembangan LaR industri perbankan dan melihat perbankan dapat menjaga risiko kredit di level yang manageable.
"Meskipun terdapat beberapa tantangan ke depan seperti berakhirnya aturan restrukturisasi Covid-19 sepenuhnya pada 2024," katanya dalam jawaban tertulis pada Jumat (15/3/2024).
Sebagaimana diketahui, OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Awalnya restrukturisasi kredit Covid-19 direncanakan berakhir pada Maret 2023, tetapi OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Selain berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19, terdapat tantangan ketidakpastian global yang menyebabkan turunnya permintaan. Hal ini dikhawatirkan turut dapat memengaruhi kinerja debitur. Terdapat pula tantangan kebijakan suku bunga tinggi dan volatilitas nilai tukar.
"OJK terus meminta perbankan untuk senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dan selektif dalam menyalurkan kredit baru maupun eksisting serta meningkatkan pencadangan untuk mengantisipasi pemburukan kualitas kredit," ungkap Dian.
Tercatat, LaR di industri perbankan pada Januari 2024 mencapai level 11,6%, naik dibandingkan bulan sebelumnya atau Desember 2023 pada level 10,94%.
Seiring dengan proyeksi tantangan dari OJK itu, sejumlah perbankan memang telah ancang-ancang menjaga kredit berisikonya.
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Agus Sudiarto mengatakan terkait tantangan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang akan berakhir itu, BRI sudah jauh-jauh hari melakukan antisipasi.
"Tinggal makro ekonomi kita perhatikan," ujarnya setelah acara Launching Panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) pada beberapa waktu lalu (5/3/2024) di Jakarta.
BRI pun menyiapkan pencadangan yang memadai seiring dengan akan berakhirnya relaksasi itu pada bulan ini. Per Desember 2023, BRI mencatatkan pencadangan kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) atau NPL coverage 229,09%. Sementara, pencadangan LaR atau LaR coverage pada level 54,14%.
Agus mengatakan BRI pun optimistis kredit bermasalah dan kredit berisiko akan tetap dalam tren turun meski relaksasi dicabut. "Kalau dari guideline di NPL kita turun jadi 2,7% tahun ini. Mudah-mudahan LAR juga kecil," ujarnya.
Direktur Finance PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Novita Widya Anggraini mengatakan BNI juga terus melakukan pengkajian secara berkala atas sejumlah tantangan seperti dari pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19.
"Memang kami kaji berkala prospek debitur untuk pulihkan usahanya dan potensi kolektabilitas normal. Jadi, kami menilai mereka berada pada kondisi risiko yang minimal," ujarnya.
Menurutnya, pencabutan restrukturisasi diproyeksikan tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan risiko kredit. "NPL dijaga membaik dari 2023 guidance di bawah 2%," katanya.
Dari sisi pencadangan, BNI menyiapkan NPL coverage pada level 319% per Desember 2023. Lalu, LaR coverage pada level 52,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel