Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkap bahwa peluang pasar asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar.
Terlebih dari 8–9% tingkat penetrasi asuransi di Indonesia setidaknya baru 0,3% yang syariah. Untuk mengambil peluang tersebut dan mendorong asuransi syariah di Indonesia, Ketua Umum AASI Rudy Kamdani mengatakan dibutuhkan dukungan termasuk dari regulator.
“AASI mengharapkan adanya dukungan terkait dengan ekosistem halal, kami minta segala sesuatu ada dukungan lah dari regulator untuk meningkatkan perkembangan asuransi syariah,” kata Rudy ditemui produk asuransi syariah Asuransi Perlindungan Amanah Syariah oleh Axa Mandiri di Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Rudy menjelaskan bentuk dukungan tersebut salah satunya adalah dengan penerbitan aturan yang mewajibkan penjaminan atau underlying asset sukuk menggunakan asuransi syariah. Dengan aturan semacam ini, maka dapat meningkatkan perkembangan asuransi syariah tanpa berebut kue dengan asuransi konvensional.
“Jadi kalau bisa wajib menguatkan syariah,” kata Rudy.
Tak hanya itu, Rudy juga menyinggung terkait dengan maraknya bank syariah di Indonesia. Menurutnya hal tersebut juga bagus untuk mendorong industri asuransi syariah.
Pasalnya kanal distribusi untuk mengakses keuangan syariah akan lebih banyak termasuk asuransi syariah. “Lebih bagus ya, karena bisa mengakses [keuangan] syariah, inklusinya lebih bagus,” katanya.
Lebih lanjut, literasi masyarakat terkait dengan asuransi syariah juga perlu ditingkatkan. Rudy mengatakan bahwa konsep asuransi syariah dan konvensional sangat jauh berbeda.
Salah satu perbedaan yakni, apabila konvensional, tidak ada klaim dan preminya akan menjadi keuntungan perusahaan. Sementara asuransi syariah, premi yang masuk menjadi dana tabarru. Di mana, premi tidak menjadi keuntungan perusahaan dan perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai operator.
“Misalnya dari 100 premi yang untuk kesehatan berapa masuk dana tabarru. Dana tabarru ini dikumpulkan dari kontribusi-kontribusi para peserta asuransi syariah. Kalau ada klaim yang diambil adalah dari dana tabarru ini. Kalau enggak ada klaim lagi, bisa dibagikan lagi ke pesertanya, surplus underwriting,” tutur Rudy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel