Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan respons terkait dengan kasus dugaan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) di bidang pendidikan yang disebut melanggar ketentuan bunga. Kasusnya pun naik ke tahap penyelidikan awal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
AFPI menampik KPPU dan menilai bahwa penyelenggara telah memenuhi aturan bunga sesuai dengan ketentuan yang ada.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan pihaknya tidak melihat adanya pelanggaran oleh perusahaan fintech P2P lending yang menyalurkan pinjaman ke sektor pendidikan.
Pasalnya semua perusahaan tersebut sudah mengikuti aturan bunga yang ditentukan oleh OJK. Adapun berdasarkan aturan yang berlaku pada awal 2024, bunga sektor produktif turun menjadi 0,1% per hari dari sebelumnya 0,4% per hari.
“Bahkan pada praktek di market [pasar], semua perusahaan mengenakan bunga di bawah ketentuan OJK,” kata Entjik saat dihubungi Bisnis, Minggu (24/3/2024).
Entjik menambahkan bunga pinjaman sektor pendidikan di Indonesia juga tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan negara lain. Pasalnya, lanjut dia, negara lain skema pinjamannya sangat jauh berbeda, terutama sumber dananya (source of fund) juga berbeda.
Misalnya saja, Entjik menjelaskan, apabila di luar negeri ada dana kumpulan alumni, donatur, program kerja semacam ikatan dinas, Corporate Social Responsibility (CSR), hingga dana pemerintah. Dengan demikian kebanyakan bunga pinjaman atas dana tersebut sangat kecil bahkan ada beberapa program yang tanpa bunga.
Meskipun demikian, Entjik memastikan pihaknya tetap mengikuti proses hukum di KPPU. “Tentunya kami juga memiliki hak dalam pembelaan hukum [atas kasus dugaan tersebut],” kata Entjik.
Sebelumnya, KPPU telah menaikan kasus dugaan pelanggaran bunga fintech P2P lending sektor pendidikan ke penyelidikan awal pada 20 Maret kemarin. Pihaknya mengungkap akan mencari alat bukti pelanggaran tersebut. Sejak Februari 2024, KPPU telah melakukan berbagai pendalaman atas persoalan fintech P2P lending di bidang pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait.
Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan pelaku usaha telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.
Selanjutnya, KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara dan menemukan bahwa, pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia sangat jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri. Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha pinjol telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel