KSP Usul Aturan DMO Minyak Goreng Dirombak, Begini Penjelasannya

Bisnis.com,25 Mar 2024, 13:09 WIB
Penulis: Dwi Rachmawati
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengusulkan agar kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng dirombak dengan basis perhitungan volume produksi.

Deputi III KSP, Edy Priyono mengatakan, aturan DMO minyak goreng saat ini yang berbasis volume ekspor akan bermasalah saat permintaan ekspor minyak sawit melemah seperti saat ini. Hal itu dianggap kurang efektif, lantaran pelemahan ekspor lebih dominan disebabkan oleh faktor eksternal yakni kondisi pasar global.

"Memang sumber utama masalahnya adalah ekspor yang rendah. Ternyata kebijakan yang selama ini kita anggap sudah cukup bagus, ternyata rawan ketika terjadi penurunan ekspor," ujar Edy dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah, Senin (25/3/2024).

Anjloknya realisasi DMO bakal mengerek harga minyak goreng curah dan MinyaKita di masyarakat. Padahal, penyerapan DMO pada dasarnya sebagai upaya pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri.

Kementerian Perdagangan mencatat harga minyak goreng curah naik 0,8% secara mingguan pada pekan ketiga Ramadan menjadi Rp15.828 per liter. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada MinyaKita sebesar 0,4% menjadi Rp15.775 per liter.

Sebanyak 29 kabupaten/kota di 12 provinsi mengalami kenaikan harga minyak goreng curah di atar 5%. Sementara 14 kabupaten/kota di 12 provinsi mengalami kenaikan harga MinyaKita di atas 5%.

Di sisi lain, realisasi DMO minyak goreng di kalangan produsen terus menyusut signifikan sejak Januari 2024.

Pada Januari 2024 realisasi DMO  minyak goreng hanya 212.116 ton atau 70,7% dari target bulanan 300.000 ton. Selanjutnya pada Februari 2024 realisasi DMO tercatat hanya 43,8% atau 131.486 ton. Bahkan, untuk periode Maret 2024, realisasi DMO hingga saat ini baru mencapai 28,6% atau hanya sekitar 85.890 ton.

Adapun selama ini, Kemendag memberlakukan rasio ekspor CPO dalam kebijakan DMO sebesar 1:4 sejak Mei 2023. Artinya, produsen bisa melakukan ekspor dengan volume 4 kali dari volume penyaluran DMO. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pengali untuk DMO berupa minyak kemasan bantal sebanyak 2 kali dan 2,25 kali untuk kemasan selain bantal.

"Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan supaya kebijakan DMO ini dikaitkan dengan produksi, jadi tidak lagi dikaitkan dengan ekspor. Sehingga nanti kalau produsen memproduksi sekian [ton], maka sekian persen harus dialokasikan untuk minyak curah dan minyak kemasan sederhana untuk di dalam negeri," jelasnya.

Edy menegaskan bahwa usulan KSP untuk perubahan skema DMO minyak goreng itu perlu dipertimbangkan oleh Kemendag, Kemenko Marves hingga Badan Pangan Nasional.

"Saya kita perlu untuk kita mulai berdiskusi apakah skema DMO yang selama ini dikaitkan dengan ekspor itu masih bisa dipertahankan atau ada kemungkinan kita coba ubah dikaitkan dengan produksi?," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini