Bos BRI dan BNI Kompak Ingatkan Potensi Moral Hazard dari Hapus Tagih Kredit Macet UMKM

Bisnis.com,26 Mar 2024, 05:00 WIB
Penulis: Arlina Laras
Pegawai melayani nasabah di kantor cabang BRI, Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) kembali memperingatkan potensi moral hazard yang muncul seiring rencana pemerintah menghapus tagihan kredit macet bagi UMKM. 

Bahkan, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan sejak adanya rencana hapus tagih tersebut, banyak nasabah yang sebelumnya lancar dalam pembayaran kreditnya meminta agar status kreditnya menjadi macet. Hal ini dilakukan agar mereka dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan hapus buku (write-off).

"Kalau itu terjadi, Himbara bisa bubar dan tidak bisa setor dividen ke negara,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Jakarta, pekan lalu.

Meski, kata Sunarso, penghapusan tagihan tidak mudah. Namun, jika nantinya sudah menjadi keputusan, Sunarso menjamin aturan tersebut akan tetap dilaksanakan. 

Kemudian, di tengah belum rampungnya aturan tersebut, dia pun meminta agar aturan dapat dirancang sedetail mungkin. Baginya, kejelasan aturan ini sangat penting. Pasalnya, bila aturan tersebut rancu, maka dapat merugikan negara.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa agar UU tersebut dapat berlaku secara efektif, diperlukan peraturan turunan yang lebih terperinci, seperti juklak (petunjuk pelaksanaan) dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). 

Namun, Sunarso mengungkapkan sejauh ini belum ada PP yang diterbitkan, sehingga dia mengajukan permohonan agar ini menjadi perhatian utama.

“Kalau ditanya progress [hapus tagih kredit UMKM] nah [agar] UU itu bisa operatif masih butuh juklak paling tidak dalam bentuk PP. Jadi, nanti mohon PP ini diperhatikan,” ucapnya.

Tercatat, kata Sunarso, BRI telah melakukan hapus buku senilai Rp32,7 triliun pada 2023 dengan NPL coverage di level 229,09%

“Pencadangan digunakan untuk menghapus buku kredit UMKM yang tidak berhasil direstrukturisasi,” ujarnya.

Senada, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menekankan pentingnya persiapan matang dalam mengimplementasikan kebijakan hapus tagih terkait utang atau kredit.

"Harus hati-hati lah. Itu kan nanti ada moral hazard. Pasti ada, enggak gampang lah gitu,” ujarnya usai agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP),” ucapnya usai agenda Rapat Dengar Pendapat, Rabu (20/3/2024).

Sementara, hapus buku sendiri telah dilakukan perseroan dan pihaknya menjamin tidak memberikan pengaruh bagi kinerja bank pelat merah tersebut. 

"Kalau hapus buku, itu cadangannya udah disiapin. Jadi udah tidak akan efek ke laba rugi," ungkapnya.

Dalam analyst meeting, BNI mencatat total hapus buku kredit macet mencapai Rp14,39 triliun pada 2023, lebih tinggi dibanding 2022 yang mencapai Rp10,88 triliun. Saat ini, NPL coverage perseroan menyentuh 319% 

Adapun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. melaporkan total hapus buku tagihan kredit macet mencapai Rp17,9%, lebih tinggi dibanding 2022 yang hanya Rp14,3 triliun. Sejauh ini, NPL coverage perseroan berada di level 326% pada 2023 

Sebagaimana diketahui, hapus buku ini tidak menghilangkan kewajiban nasabah untuk membayar utang yang sudah dijalankan. 

Sementara itu, aturan hapus tagih alias pemutihan adalah sebuah penghapusan tagihan yang dapat memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memulihkan reputasi mereka dan mendapat kredit baru kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini