Rupiah Ditutup Anjlok ke Level Rp15.858, Dolar AS Perkasa

Bisnis.com,27 Mar 2024, 15:53 WIB
Penulis: Artha Adventy
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup melemah ke posisi Rp15,858 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu (27/3/2024). Pelemahan terjadi saat dolar AS didapuk oleh Swiss National Bank dan Bank of England sebagai satu-satunya mata uang dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang rupiah melemah 0,41% ke posisi Rp15.858 per dolar AS. Adapun indeks dolar terpantau naik 0,11% ke posisi 104,104.

Sejumlah mata uang kawasan lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang turun 014%, dolar Singapura  turun 0,19%, dolar Taiwan melemah 0,33%, won Korea melemah 0,69%, rupee India melemah 0,05%, yuan China melemah 0,17%, dan baht Thailand melemah 0,43%.

Selanjutnya mata uang yang menguat adalah peso Filipina naik 0,19% dan dolar Hong Kong sebesar 0,01%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan sebagian besar pedagang tetap bias terhadap dolar setelah sinyal dovish dari Swiss National Bank dan Bank of England mematok greenback sebagai satu-satunya mata uang dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah.

Antisipasi terhadap data indeks harga PCE utama yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed dan komentar dari pejabat tinggi The Fed akhir pekan ini juga mendorong aliran dana ke dolar, terutama karena para pedagang menunggu lebih banyak isyarat mengenai penurunan suku bunga AS.

Kekhawatiran ini muncul terutama setelah diplomat mata uang Jepang memperingatkan bahwa mereka tidak akan mengesampingkan tindakan apa pun dalam menahan pelemahan mata uangnya.

Sementara itu, dari dalam negeri, ekonom menilai pemerintahan yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang perlu untuk meramu sejumlah strategi dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%-7%. Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 6%-7%, tidak cukup jika pemerintahan mendatang hanya melanjutkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ibad Durrohman
Terkini