Bisnis.com, JAKARTA— Pengalihan kredit kendaraan bermotor (take over) sejatinya diperbolehkan dalam industri pembiayaan. Namun demikian, debitur tidak bisa semata-mata menjual kendaraan yang masih dalam proses cicilan kredit di perusahaan pembiayaan atau leasing.
Ada beberapa aturan yang perlu dipahami oleh debitur sebelum akhirnya melakukan take over kredit kendaraan bermotornya. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ketika terjadi take over kredit harus melalui perantara leasing agar sah secara hukum terjadi jual-beli antara konsumen dan produsen.
“Hal ini dikarenakan mobil tersebut belum sepenuhnya dimiliki oleh penjual, melainkan milik leasing. BPKB [Buku Pemilik Kendaraan Bermotor] pun masih di leasing untuk menjadi jaminan kendaraan,” kata Huda saat dihubungi Bisnis, Rabu (27/3/2024).
Huda pun menyinggung terkait dengan kasus Aiptu FN yang baru-baru ini terjadi salah di mata hukum. Pasalnya Aiptu FN membeli dari pihak pertama dengan cara take over tanpa administrasi fidusia sehingga ada tunggakan. Menurut Huda harusnya proses take over tersebut diselesaikan dengan hukum fidusia.
“Harusnya sebagai pembeli Aiptu FN harus teliti juga kecuali memang ingin berniat membeli mobil dengan cara yang salah. Harus diselesaikan di pengadilan karena ada putusan mahkamah tentang fidusia juga di Indonesia ini,” kata Huda.
Selain itu, Huda mengatakan penagih atau debt collector juga dalam menagih seharusnya mengacu pada peraturan berlaku. Kemudian juga melakukan penagihan setelah ada kasus pelaporan terlebih dahulu, ada surat tugas, dan beberapa kasus didampingi oleh pihak berwenang.
“Jadi tidak dibenarkan juga menagih dengan cara yang salah,” katanya.
Di sisi lain Presiden Direktur PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (ADMF) I Made Dewa Susila mengatakan sebagai salah satu pemain leasing pihaknya tidak mempermasalahkan apabila debitur melakukan take over kendaraan bermotornya yang masih dicicil. Namun memang dia menekankan sebelumnya harus melakukan pelaporan terlebih dahulu.
“Bagi multifinance sebenarnya enggak masalah asal lapor pindah kontrak, kami fasilitasi [untuk take over],” kata Made saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2023).
Made mengatakan apabila proses take over tersebut tidak dilakukan maka dapat menimbulkan masalah baru. Dia menilai kasus semacam ini memang ada saja terjadi, namun statistiknya tidak banyak.
Menurutnya ini terjadi karena kurangnya literasi atau ketidaktahuan. Kedua adalah masalah kepatutan, yang mana apabila tidak melapor sama saja debitur melanggar kontrak yang sudah disepakati.
“Misalnya kita punya kontrak kan harus dihargai kontraknya. Ini sebenarnya umum kok [take over], tapi memang harus laporan. Kalau enggak ada kontrak kan susah,“ katanya.
Diberitakan sebelumnya, seorang oknum polisi di Sumatera Selatan (Sumsel) Aiptu FN menembak dua debt collector leasing saat melakukan penagihan karena menunggak. Namun ternyata mobil yang dimiliki olehnya bukan atas nama Aiptu FN.
Dia membeli dari seorang warga Lubuk Linggau dengan cara take over.Namun dalam proses take over tersebut tidak dilakukan secara administrasi fidusia sehingga terjadi tunggakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel