Disurati Bursa 2 Kali, LPEI Jabarkan Latar Aduan Fraud Rp2,5 Triliun ke Kejagung oleh Menkeu

Bisnis.com,03 Apr 2024, 14:36 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Jaksa Agung ST Burhanudin dan Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers terkait dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI) di Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (18/3/2024). JIBI/Anshary Madya Sukma

Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Indonesia Eximbank memberi penjelasan tertulis ke Bursa Efek Indonesia setelah adanya aduan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait perkara fraud senilai Rp2,5 triliun ke Kejaksaan Agung pada 18 Maret 2024 lalu.

Chesna F. Anwar, Sekretaris LPEI menuturkan pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk penyelesaian kasus dugaan tindak pidana atau perbuatan melawan hukum dalam proses pembiayaan di LPEI.

"LPEI menghormati proses hukum yang berlaku, dengan demikian, keterlibatan pihak manajemen maupun pegawai LPEI akan ditetapkan melalui mekanisme pembuktian sampai dengan terdapatnya keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap," ulas Chesna, Rabu (3/4/2024).

Dia kemudian menjelaskan latar empat debitur diduga terkait tindak pidana korupsi. Disebutkan kasus bermula dari hasil audit khususu pembiayaan bermasalah yang menyimpulkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari debitur bermasalah LPEI.

"Adapun pemberian pembiayaan kepada 4 Debitur tersebut antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dan mulai mengalami permasalahan dalam rentang 2017 sampai dengan 2020," katanya.

Selanjutnya, kredit ini telah dibukukan menjadi Non Performing Loan (NPL) sebelum tahun 2020. Sedangkan penyebab kredit menjadi bermasalah yakni tata kelola internal yang belum baik, infrastruktur yang belum memadai, inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan, ketidaksempurnaan pengikatan agunan pembiayaan, kelemahan dalam melakukan monitoring, serta adanya penyalahgunaan pembiayaan oleh Debitur yang tidak sesuai dengan peruntukan berdasarkan perjanjian.

"Keempat debitur [yang dilaporkan Menkeu Sri Mulyani ke Kejaksaaan] adalah kolektibilitas 5 dan CKPN sudah 100%. Dengan demikian tidak berdampak pada keuangan LPEI. Dari sisi operasional, telah disusun tindakan-tindakan utk memitigasi resiko operasional," kata Chesna.

Dia menyebutkan dengan telah dibentuknya pencadangan atas pembiayaan kepada debitur yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum dalam jumlah yang memadai, maka kasus hukum yang sedang dihadapi LPEI dipandang tidak akan memberikan dampak material terhadap operasional dan keuangan lembaga.

"Status perkembangan terkini terhadap permasalahan hukum adalah masih dalam status pelaporan awal ataupun penyelidikan dan penyidikan oleh aparat penegak hukum," katanya.

Sementara mengenai penanganan NPL perusahaan pada 2024, Chesna menyebutkan tim collection LPEI telah memulihkan Rp321 miliar. Dalam laporan keuangan terbarunya, LPEI mengalami rugi bersih Rp18,1 triliun pada 2023. Kredit macet itu naik 481% jika dibandingkan 2022 sebesar Rp3,1 triliun.

Chesna juga menjelaskan upaya perbaikan kredit bermasalah ini melalui penagihan, hapus buku dan memaksimalkan nilai recovery yang diharapkan dapat menurunkan NPL gross secara signifikan dalam beberapa tahun kedepan.

"Disamping itu dilakukan pemisahan penanganan pengelolaan good bank dan bad bank, dengan memberdayakan PT IEB Prima Aset, merupakan anak perusahaan LPEI yang didirikan untuk memberikan jasa advisory dalam pengelolaan aset bermasalah," katanya.

Sikap OJK Terkait Kasus LPEI

Sementara itu, dalam paparan hasil Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan kemarin (2/4/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyebutkan pihaknya mencermati penyelesaian pembiayaan bermasalah dan perkembangan kinerja LPEI.

"OJK mendukung upaya penyelesaian persoalan pembiayaan bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui jalur hukum. Upaya tersebut merupakan suatu langkah yang strategis untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dari debitur-debitur yang tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya terhadap LPEI," kata Agusman.

Dia mengatakan sesuai amanat UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juga akan terus melanjutkan pengawasan secara off-site maupun pemeriksaan langsung (on-site) terhadap LPEI, termasuk mencermati penyelesaian pembiayaan bermasalah dan perkembangan kinerja LPEI.

Seperti diketahui, kasus di LPEI mendapat sorotan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melaporkan adanya dugaan tindakan korupsi di dalam Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Exim Bank pada Senin (18/3/2024).

Dalam laporannya, Sri Mulyani menyebut empat debitur LPEI terindikasi fraud yakni terdapat kecurangan laporan keuangan. Total laporan ini terkait outstanding kredit pada tahap pertama sebesar Rp2,5 triliun. Perusahaan yang dimaksud, yaitu PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar, Rp144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar. Sri Mulyani turut menegaskan direksi dan manajemen LPEI harus meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam mengelola perusahaan dengan baik.

"Kami terus menegaskan kepada direksi dan manajemen LPEI untuk terus meningkatkan peranannya dan tanggungjawabnya dan harus membangun tata kelola yang baik," ujar Sri Mulyani di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu (18/3/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini