Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan ada sejumlah faktor yang membuat pertumbuhan kredit sektor perbankan selama 10 tahun terakhir tumbuh 7%-12% atau menurun dibandingkan periode sebelum 2014 yang mampu mencapai 20%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan secara global, terdapat peningkatan likuiditas yang disebabkan oleh pemberlakuan quantitative easing oleh The Fed yang berlangsung antara 2008-2014.
“Melimpahnya dana secara global juga mempengaruhi peningkatan sumber dana di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/4/2024).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit juga dipengaruhi oleh demand yang ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi dan ruang ekspansi usaha.
Lebih lanjut, Dian menyebut aekitar tahun 2008 hingga 2015 juga terjadi peningkatan harga komoditas yang menyebabkan tingginya ruang ekspansi kredit utamanya pada industri pengolahan. Hal ini juga berimbas pada meningkatnya sektor lain seperti perdagangan serta kepemilikan properti.
Selanjutnya, pada Desember 2013, the Fed mulai mengumumkan rencana dilakukannya tapering dan melakukan normalisasi kebijakan. Hal ini menyebabkan pengetatan likuiditas global yang juga mempengaruhi risk appetite investor dan ketersediaan likuiditas dalam negeri.
"Harga komoditas juga berangsur menurun dan mengalami normalisasi sehingga ruang ekspansi menjadi lebih terbatas dan mengurangi permintaan kredit," ujarnya.
Pengetatan likuiditas juga menyebabkan bank mulai lebih selektif dalam penyaluran kredit. Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan GDP Indonesia secara umum berada di kisaran 5% sejak tahun 2014 atau bahkan sempat mengalami kontraksi di tahun 2020 ketika masa pandemi.
Oleh karena itu, pertumbuhan kredit yang berada di kisaran 7-12%, selain sejalan dengan kondisi ekonomi yang tidak hanya dipengaruhi kondisi di dalam negeri, tetapi juga sangat berkaitan dengan dinamika ekonomi global. Mulai dari kenaikan suku bunga yang mempengaruhi likuiditas secara global serta pergerakan harga komoditas khususnya komoditas energi yang sangat keterkaitan dengan ekonomi domestik.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan pada bulan pencoblosan Pemilu 2024 atau Februari 2024 tumbuh di level 11,28% secara tahunan (year on year/yoy). Kredit perbankan pada Februari 2024 sedikit melambat jika dibandingkan bulan sebelumnya atau Januari 2024 yang mampu tumbuh 11,83% yoy.
Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kredit perbankan terus meningkat sehingga mendukung upaya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pertumbuhan kredit terutama terjadi di sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, perdagangan jasa sosial, dan jasa dunia usaha," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (20/3/2024).
Dari sisi penawaran, pertumbuhan kredit pada Februari 2024 ditopang oleh terjaganya appatite perbankan, didukung permodalan serta likuiditas yang memadai. Alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) mencapai level 27,41% didukung insentif likuiditas makroprudensial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel