Sejumlah Risiko Intai Penyaluran Kredit Bank Digital ke Fintech Lending

Bisnis.com,07 Apr 2024, 15:25 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Ilustrasi bank digital./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan sejumlah risiko yang mengintai pada skema kemitraan yang dilakukan bank digital dengan fintech lending (P2P lending) melalui skema channeling.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan dampak risiko skema tersebut umumnya berasal dari internal dan faktor internal.

"Dari sisi internal, diperlukan penguatan untuk terus mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki," ujarnya dalam jawaban tertulis belum lama ini.

Sementara, dari sisi eksternal, Dian menyebutkan dampak perekonomian global yang masih volatile dan fenomena higher for longer atau suku bunga tinggi yang berlangsung lebih lama memiliki implikasi signifikan terhadap penurunan nilai aset keuangan.

Selain itu, faktor ini juga menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang tinggi dan semuanya dapat menyebabkan penurunan nilai aset keuangan.

"Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional," jelas Dian.

Menurut Dian, untuk mengantisipasi risiko dalam skema channeling bersama fintech lending, penting bagi bank untuk memiliki pemahaman yang baik atas proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat dan mematuhi regulasi yang berlaku, serta menerapkan skema mitigasi risiko yang memadai.

Dari sisi regulator, lanjut Dian, untuk mengantisipasi peningkatan potensi risiko dari skema kemitraan perbankan dengan fintech lending, langkah-langkah dilakukan OJK antara lain mengedepakan regulasi yang fleksibel untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, penggunaan regulatory sandbox dan innovation office di sisi industri fintech untuk memantau dan menguji inovasi dengan aman, serta pembuatan keterampilan dan kapabilitas baru dalam manajemen risiko dan pengawasan.

"Selain itu, penyesuaian regulasi perlindungan konsumen dan koordinasi antara regulator nasional dan internasional juga penting untuk memastikan bahwa fintech lending beroperasi dalam kerangka yang aman dan adil bagi semua pihak yang terlibat," jelasnya.

Terkait dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sejumlah bank digital sepanjang tahun lalu, Dian menyatakan NPL perbankan secara industri menunjukkan perbaikan yang solid usai pandemi Covid-19 hingga saat ini, sejalan dengan pemulihan ekonomi digital.

Tak terkecuali pada bank-bank digital, yang dinilainya masih dalam batas wajar dan cenderung membaik. Berdasarkan penelusuran Bisnis, beberapa bank digital mencatatkan kenaikan rasio NPL, tetapi masih di bawah threshold yang ditetapkan regulator.

BCA Digital misalnya, mencatatkan NPL gross sebesar 1,10% pada 31 Desember 2023 dari 0,09% pada periode yang sama tahun sebelumya. NPL nett juga naik dari 0,04% menjadi 0,21%.

Allo Bank juga mencatatkan peningkatan NPL gross dari 0,01% menjadi 0,08%, sedangkan NPL net naik dari 0,01% menjadi 0,05% pada akhir tahun lalu.

Kendati demikian, sejumlah bank digital juga mencatatkan perbaikan kualitas pembiayaan dengan penurunan NPL, di antaranya Bank Jago yang membukukan NPL gross sebesar 0,84% dari 1,82% dan NPL net dari 0,55% menjadi 0,05%.

Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau NPL nett Bank Neo Commerce turun dari 2,05% pada 2022 menjadi 0,95% pada 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini