Bisnis.com, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambrol ke level Rp16.000 per dolar AS. Bagaimana kondisi likuiditas simpanan valuta asing (valas) di perbankan?
Rupiah mengalami kinerja lesu sejak awal tahun ini. Mengacu data Bloomberg pada perdagangan terakhir jelang libur lebaran (5/4/2024), rupiah ditutup di level Rp15.848. Sementara, pada perdagangan awal tahun, per 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390.
Selama libur lebaran, perdagangan domestik rupiah ditutup. Namun, secara internasional, rupiah mengalami tren pelemahan. Berdasarkan data Google Finance, rupiah bahkan bercokol di level Rp16.052 per dolar AS pada saat ini, Senin (15/4/2024).
Rupiah mulai menyentuh level Rp16.000 pada perdagangan pekan lalu (10/4/2024). Adapun, jika ditarik mundur mengacu data Google Finance, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah pun berpotensi dibuka di perdagangan setelah libur lebaran atau pada Selasa (16/4/2024) pada level Rp16.000 karena tingginya fluktuasi saat ini.
Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi ambrolnya rupiah. Secara global, faktor pelemahan rupiah datang dari tren dolar AS yang merangkak naik. "Murni karena geopolitik, eksternal. Ini karena inflasi di AS naik lagi," katanya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu (12/4/2024).
Selain itu, pasar keuangan saat ini sedang mengantisipasi bahwa The Fed akan menunda kebijakan pemangkasan suku bunga hingga September 2024 mendatang.
Di tengah pelemahan rupiah, kinerja simpanan valas di perbankan mengalami perlambatan. Berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), dana pihak ketiga (DPK) valas di perbankan mencapai Rp1.264,7 triliun per Februari 2024.
DPK valas itu mencapai 15,43% dari keseluruhan DPK perbankan sebesar Rp8.193 triliun pada Februari 2024. Simpanan valas di perbankan paling banyak berupa giro yakni Rp758,4 triliun. Sementara simpanan tabungan dan deposito masing-masing sebesar Rp175,7 triliun dan Rp330,6 triliun.
Kinerja DPK valas pada Februari 2024 memang tumbuh 5,2% secara tahunan (year on year/yoy), namun melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya atau Januari 2024 sebesar 7,4% yoy.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan memang ada tren perlambatan simpanan valas pada awal tahun ini seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah. "Ketika rupiah melemah, mereka [nasabah di bank] jual [valas]," ujarnya pada beberapa waktu lalu (21/3/2024).
Nasabah yang menyimpan dana valas terutama dolar AS di bank itu melepas simpanannya untuk meraup untung, karena dolar AS sedang mahal. "Karena [dolar] mahal, mereka ambil untung di saat harganya tinggi. Yang punya tabungan tinggi, spekulatif juga. Sementara perusahaan besar mereka menggunakan dananya untuk bisnis," tutur Purbaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel