Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan masih meraba peluang penerbitan surat utang atau obligasi untuk kebutuhan likuiditasnya seiring dengan munculnya sederet tantangan yang menghinggapi pada tahun ini.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar mengatakan peluang penerbitan obligasi bagi bank tahun ini masih ada. "Penerbitan obligasi tetap positif untuk tambahan likuiditas," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (17/4/2024).
BNI sendiri menerbitkan surat utang senior dalam denominasi dolar AS atau global bond senilai US$500 juta atau sekitar Rp8,11 triliun (asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS) tahun ini.
Penerbitan surat utang senior ini merupakan bagian dari penerbitan program euro medium term note yang dibentuk perseroan pada 6 Mei 2020 sebagaimana telah diperbarui pada 22 Maret 2021 dan 26 Maret 2024.
Corporate Secretary PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Ramon Armando juga mengatakan peluang penggalangan dana obligasi tahun ini tetap ada. Investor pun masih dapat menyerap obligasi yang diterbitkan oleh emiten sepanjang suku bunga yang ditawarkan menarik.
Namun, terdapat sederet tantangan yang menghinggapi penerbitan obligasi tahun ini. "Terdapat tantangan yaitu suku bunga yang masih dalam ketidakpastian," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (17/4/2024). Tahun ini pun masih diwarnai dengan nuansa tahun politik.
Menurutnya, pasar awalnya memprediksi suku bunga akan cenderung turun setelah semester II/2024 atau setelah berakhirnya Pemilu di Indonesia.
Namun, tantangan geopolitik kemudian muncul menyusul panasnya tensi hubungan Iran dan Israel yang menyebabkan level harga minyak mentah naik pada level tertinggi dalam 7 bulan terakhir, ditambah terjadi penguatan dolar Amerika Serikat (AS) serta pelemahan rupiah.
Kondisi tersebut juga berimbas terhadap potensi kenaikan suku bunga serta potensi penundaan penurunan suku bunga acuan. "Dengan demikian, window penerbitan obligasi masih menunggu situasi market lebih stabil," jelas Ramon.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menjelaskan bahwa salah satu indikator kinerja pasar obligasi domestik yakni Indonesia Composite Bond Index (ICBI) mencatatkan penguatan 1,14% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) ke level 378,88.
Meski menguat tipis, namun ia menilai pasar obligasi Indonesia tidak sedang dalam zona akselerasi. "Dipengaruhi oleh beberapa sentimen negatif seperti meredanya euforia pemangkasan suku bunga FFR [Fed Fund Rate] yang sebelumnya diperkirakan turun 3 kali, saat ini diperkirakan peluangnya hanya 1 kali," ujarnya dalam jawaban tertulis beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Inarno menilai pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi korporasi di antaranya melalui penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS) masih terlihat cukup diminati.
Adapun, hingga Maret 2024, penghimpunan dana EBUS mencapai Rp26,05 triliun yang diterbitkan oleh 20 emiten. Jumlah pipeline penawaran umum obligasi saat ini memiliki nilai indikatif sebesar Rp30,10 triliun dari 32 perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel