Rupiah Tembus Rp16.000 per Dolas AS, Bos BNI & Mandiri Beberkan Dampak ke Global Bond

Bisnis.com,18 Apr 2024, 17:05 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di salah satu money changer, Jakarta, Sabtu (30/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Rupiah sedang dalam tren melemah, ambrol hingga level Rp16.000 di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Bagaimana kesiapan bank yang memiliki utang dalam bentuk dolar, seperti global bond?

Mengutip data Bloomberg, pada hari ini, Kamis (18/4/2024) pukul 09.01 WIB rupiah memang dibuka menguat 0,27% ke Rp16.176,5 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS stagnan pada level 105,94. 

Namun, rupiah telah mencatatkan tren pelemahan sejak awal tahun ini. Tercatat, pada perdagangan awal tahun, per 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390.

Jika ditarik mundur, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS. 

Seiring dengan kondisi tersebut, sejumlah emiten termasuk perbankan memiliki utang dalam bentuk dolar. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) misalnya telah menerbitkan surat utang senior dalam denominasi dolar AS atau global bond senilai US$500 juta atau sekitar Rp8,08 triliun (asumsi kurs Rp16.176,5).

Penerbitan global bond itu telah dilaksanakan pada 5 April 2024. Bunga obligasi ini sebesar 5,28% per tahun merujuk pada ketentuan Regulation S berdasarkan US Securities Act.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan tren pelemahan rupiah dan penguatan dolar AS memang memberikan dampak terhadap penerbitan surat utang tersebut. "Kemungkinan pricing akan lebih mahal," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (18/4/2024).

Emiten yang memiliki global bond memang perlu memperhatikan laju kurs karena pembayaran kupon atau bunga sebagian besar berlandaskan pada dolar AS.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga telah menerbitkan global bond pada April 2023, sebesar US$300 juta dolar AS. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi sempat mengatakan tren melemahnya rupiah memengaruhi pembayaran global bond.

"Namun kewajiban dalam global bond ini dipenuhi dari cashflow aset Bank Mandiri, sehingga perseroan tidak terpapar terhadap risiko nilai tukar,” tuturnya. 

Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan lesunya rupiah memang mampu menyengat bank-bank yang punya kepentingan atau portofolio bisnis luar negeri yang banyak. 

"Bank-bank yang terkait aktivitas treasury, trade financing, aktivitas international banking, portofolionya di valuta asing besar, ini rawan terdampak," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini