Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah sedang mengalami tren pelemahan dan dikhawatirkan memberi dampak terhadap bisnis perbankan, terutama dari sisi risiko kredit valuta asing (valas). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) pun ambil ancang-ancang mengamankan portofolio kredit valasnya.
Mengutip data Bloomberg, pada Kamis (18/4/2024) pukul 15.00 WIB, rupiah memang ditutup menguat 0,25% ke Rp16.179 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,13% ke 105,81.
Namun, rupiah telah mencatatkan tren pelemahan sejak awal tahun ini. Tercatat, pada perdagangan awal tahun, per 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390.
Jika ditarik mundur, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengatakan di tengah tren pelemahan rupiah, BNI secara cermat terus memantau dampaknya terhadap portofolio kredit valas.
"Meskipun rupiah mengalami pelemahan baru-baru ini, BNI meyakinkan kondisi kredit valas BNI tetap terjaga dengan baik. Hal tersebut didukung oleh serangkaian langkah strategis yang telah dilakukan oleh BNI," katanya kepada Bisnis pada Jumat (19/4/2024).
Sejumlah strategi yang dilakukan BNI di antaranya penerbitan obligasi global atau global bond senilai US$500 juta pada 16 April 2024.
"Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dan mengunci sebagian kebutuhan dana valas BNI," tutur Okki.
Penerbitan obligasi global juga dinilai mendapat respon positif dari investor global, bahkan melebihi permintaan hingga 6,4 kali lipat.
Langkah lainnya BNI proaktif melakukan pencadangan dana valas untuk mengantisipasi potensi pelemahan rupiah. Kemudian, BNI melakukan diversifikasi portofolio kredit valas ke sektor-sektor yang lebih tahan terhadap fluktuasi nilai tukar.
"BNI juga menerapkan manajemen risiko yang ketat, termasuk melakukan stress test terhadap pergerakan nilai tukar dan suku bunga acuan," ujar Okki.
Strategi ke depannya, BNI akan membatasi penyaluran kredit berbasis valas untuk sementara waktu dan terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah. Di sisi lain, BNI optimistis kondisi makroekonomi Indonesia yang tetap kondusif dan fundamental ekonomi yang kuat.
Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan lesunya rupiah memang mampu menyengat bank-bank yang punya kepentingan atau portofolio bisnis luar negeri yang banyak.
"Bank-bank yang terkait aktivitas treasury, trade financing, aktivitas international banking, portofolionya di valas besar, ini rawan terdampak," tuturnya.
Menurutnya, rata-rata bank yang mempunyai portofolio bisnis luar negeri besar adalah bank-bank jumbo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel