Bisnis.com, JAKARTA -- Industri bank perekonomian rakyat (BPR) mencatatkan kinerja bisnis yang merugi, kredit macet yang membengkak, hingga marak bank bangkrut pada awal 2024. Asosiasi BPR atau Perbarindo pun buka suara.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini, industri BPR membukukan rugi tahun berjalan sebesar Rp55 miliar pada Januari 2024.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau Januari 2023, di mana BPR membukukan laba Rp240 miliar. Adapun, pada akhir tahun lalu atau Desember 2023, BPR membukukan laba Rp1,94 triliun.
Kualitas aset bank pun memburuk, di mana rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) industri BPR naik menjadi 10,25% pada Januari 2024, dibandingkan 8,34% pada Januari 2023. Jumlah kredit macet BPR membengkak dari Rp7,49 triliun pada Januari 2023 menjadi Rp9,59 triliun pada Januari 2024.
Ditambah, pada awal tahun ini marak BPR yang bangkrut. Terbaru, Otoritas Jasa Keuangam (OJK) mencabut izin usaha PT BPR Bali Artha Anugrah.
Pencabutan izin usaha bank bangkrut itu mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-34/D.03/2024 tanggal 4 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Bali Artha Anugrah.
Bangkrutnya BPR Bali Artha Anugrah menambah deretan bank bangkrut di Indonesia pada awal tahun ini. Sepanjang tahun berjalan sudah ada 9 bank bangkrut di Indonesia. Padahal, 2024 baru berjalan tiga bulan. Kesemua bank bangkrut merupakan BPR.
Sebelum BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma juga bangkrut serta dicabut izin usahanya oleh OJK pada awal tahun ini.
Sementara, pada tahun lalu, terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 131 bank bangkrut di Tanah Air, hanya 1 bank umum, dan 130 bank bangkrut merupakan BPR.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan lesunya kinerja BPR pada awal tahun dikarenakan sejumlah tantangan yang dihadapi BPR.
"Kami menyadari industri ini [BPR] menghadapi tantangan yang tidak mudah, pada Maret kemarin relaksasi terhadap kredit restrukturisasi telah berakhir, sehingga beberapa BPR melakukan upaya untuk mengembalikan kredit sesuai regulasi," katanya kepada Bisnis pada Jumat (19/4/2024).
Kondisi tersebut menurut Tedy berpengaruh pada pendapatan. Selain itu, lesunya kinerja BPR pada awal tahun terjadi karena naiknya biaya yang dikeluarkan oleh BPR. "Ini [kenaikan biaya] pada akhirnya berpengaruh terhadap perolehan laba rugi industri BPR," tutur Tedy.
Meski begitu, penyaluran kredit BPR tumbuh 9,26% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp141,17 triliun pada Januari 2024. Dana pihak ketiga (DPK) pun tumbuh 9,09% yoy menjadi Rp138,27 triliun pada Januari 2024.
"Melihat hal tersebut, kami optimistis kondisi kinerja akan terus membaik dan meningkat," ujarnya.
BPR juga menurutnya terus mempersiapkan diri baik secara bersama-sama maupun individu BPR dalam menghadapi tantangan eksternal yang sangat dinamis, seperti gejolak pertumbuhan ekonomi, program digitalisasi dan persaingan usaha yang semakin ketat.
Selain itu, BPR terus meningkatkan kualitas produk dan layanan dengan mengadopsi kemajuan teknologi informasi. "Penguatan SDM juga terus dilakukan seperti sertifikasi dan peningkatan kapasitas lainnya," tutur Tedy.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan dalam mendongkrak kinerja dan kualitas BPR, OJK melakukan berbagai upaya, di antaranya mendorong konsolidasi, penyesuaian regulasi, serta pengawasan.
Dian menyebut peta jalan atau road map untuk BPR pun akan dirancang sekomprehensif mungkin, termasuk soal mengatur management risiko, governance, hingga SDM.
“Harapan kami, sebelum mengeluarkan road map [BPR], kami ingin sisa BPR yang punya masalah mendasar dapat dibersihkan dulu,” ucapnya.
Ke depan, Dian berharap BPR akan mengalami penguatan. BPR memiliki standar operasional yang baik, seperti kemampuan BPR untuk mampu listing di bursa atau IPO hingga penyetaraan dalam sistem pembayaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel