Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah mengalami tren pelemahan hingga ambrol ke level Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) dan dinilai memberikan dampak ke sektor perbankan. Sementara, bagaimana kondisi ketahanan perbankan di Indonesia?
Mengutip data Bloomberg, rupiah memang menguat 42,50 poin atau 0,26% menuju level Rp16.217 per dolar AS pada awal pekan ini, Senin (22/4/2024). Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,15% menuju posisi 105,99.
Namun, rupiah telah mencatatkan tren pelemahan sejak awal tahun ini. Tercatat, pada perdagangan awal tahun, per 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390.
Rupiah kembali tembus level Rp16.000 setelah terakhir kali terjadi pada 2020. Jika ditarik mundur, nilai tukar rupiah terhadap dolar memang sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan pelemahan rupiah pada dasarnya memberi sentimen negatif terhadap industri perbankan.
Melemahnya rupiah akan membuat biaya barang semakin mahal dan akan mendorong inflasi serta dapat berdampak pada kebijakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga.
Bagi bank, pelemahan rupiah barang tentu akan membawa ancaman peningkatan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) terutama portofolio kredit valuta asing (valas). Kondisi tersebut juga akan menggerus laba.
"Namun, kalau saya melihat untuk perbankan kita masih tergolong kuat. Permodalan dan NPL juga masih terjaga baik," katanya kepada Bisnis pada Senin (22/4/2024).
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae juga mengatakan risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar AS masih dapat dimitigasi dengan baik.
Berdasarkan hasil uji ketahanan atau stress test yang dilakukan OJK, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank.
Alasannya, posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia masih jauh di bawah threshold. Sementara, secara umum dalam posisi PDN 'long' aset valuta asing (valas) lebih besar dari kewajiban valas.
Kemudian, OJK menilai bantalan permodalan perbankan masih cukup besar. Posisi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.
Sementara, porsi dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk valas yang saat ini sekitar 15% dari total DPK perbankan, masih bisa tumbuh cukup baik secara tahunan (year on year/yoy).
OJK pun mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi dampak guncangan. “Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi,” kata Dian dalam keterangan tertulis pada akhir pekan lalu (19/4/2024).
Berdasarkan data OJK, kondisi permodalan perbankan memang masih mumpuni. CAR perbankan berada di level 27,72%, naik dibandingkan bulan sebelumnya atau Januari 2024 di level 27,52%.
Sementara itu, kualitas aset perbankan tetap terjaga dengan rasio NPL net di level 0,82% pada Februari 2024, meskipun naik dibandingkan posisi Januari 2024 di level 0,79%. Lalu, NPL gross stabil di level 2,35%.
Likuiditas industri perbankan pada Februari 2024 tercatat memadai dengan rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 121,98% dan 27,41% pada Februari 2024. Kondisi tersebut masih jauh di atas ambang batas masing-masing indikator sebesar 50% dan 10%.
Dari sisi kinerja intermediasi, pada Februari 2024, penyaluran kredit perbankan masih tumbuh dobel digit atau 11,28% yoy menjadi Rp7.095 triliun. Searah dengan pertumbuhan kredit, DPK bank tumbuh 5,66% menjadi Rp8.441 triliun.
Meski begitu, tingkat profitabilitas bank lesu. Tercatat, tingkat pengembalian aset (return-on-assets/ROA) turun dari 2,71% pada Januari 2024 menjadi 2,52% pada Februari 2024. Artinya, kemampuan bank dalam mendayagunakan asetnya menjadi laba menurun.
Sementara, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank juga susut dari 4,54% pada Januari 2024 menjadi 4,49% pada Februari 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel