Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) Jahja Setiaatmadja menuturkan ada sejumlah faktor terjadinya pelemahan rupiah ke level Rp16.000 per dolar AS. Dia menuturkan rupiah melemah bukan semata karena konflik Timur Tengah.
Jahja menilai menguatnya mata uang AS tersebut karena adanya kebutuhan dolar yang tinggi pada kuartal I/2024 yang juga terdorong masa Lebaran dan liburan. Misalnya, dari segi pelaku bisnis membutuhkan dolar untuk melakukan impor dalam mempersiapkan Idulfitri 2024.
“Kemudian, banyak masyarakat yang terbang ke luar negeri, mereka belanja, beli tiket, booking hotel kan butuh dolar AS,” ujarnya dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2024, Senin (22/4/2024)
Pada saat yang sama, Jahja menilai sederet perusahaan besar juga membagikan dividen bagi para pemegang sahamnya, di mana sebagian dividen itu mengalir ke luar negeri.
Adapula indikasi terjadinya pengurangan investasi oleh asing baik di instrumen surat berharga negara (SBN) dan saham.
“[Sehingga] ini semua kan membutuhkan dolar. Sebab itu mau enggak mau exchange rate kita melampaui Rp16.000,” tuturnya.
Dia menganalisis meski pada saat itu harga emas melonjak naik, akan tetapi beberapa hari kemudian terjadi koreksi atau penurunan harga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor lain juga dapat memengaruhi pergerakan harga emas, dan tidak semua kenaikan harga terkait dengan situasi di Timur Tengah.
Sebagaimana diketahui, mengutip data Bloomberg, rupiah memang menguat 42,50 poin atau 0,26% menuju level Rp16.217 per dolar AS pada awal pekan ini, Senin (22/4/2024). Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,15% menuju posisi 105,99.
Namun, rupiah telah mencatatkan tren pelemahan sejak awal tahun ini. Tercatat, pada perdagangan awal tahun, per 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390. Rupiah kembali tembus level Rp16.000 setelah terakhir kali terjadi pada 2020.
Jika ditarik mundur, nilai tukar rupiah terhadap dolar memang sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel