Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) alias BSI dikabarkan akan kedatangan investor strategis dari Timur Tengah. Apabila benar-benar terealisasi, bagaimana dampaknya terhadap pasar perbankan syariah di Tanah Air?
Kabar masuknya investor Timur Tengah ke BSI menguat kembali baru-baru ini. Terbaru, muncul ketertarikan investor strategis asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, yakni Abu Dhabi Islamic Bank (ADIB).
Dilansir dari Reuters, sumber yang enggan disebutkan namanya menjelaskan bahwa BSI dan ADIB tengah berdiskusi atas pembelian saham minoritas dengan nilai sekitar US$1,1 miliar.
Akan tetapi, sumber tersebut menegaskan bahwa diskusi masih dalam tahap awal dan belum ada jaminan kesepakatan. Adapun, potensi porsi akuisisi mencapai 15%.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan akan menjadi kabar bagus apabila ada investor strategis dari Timur Tengah ke BSI. Menurutnya, masuknya investor strategis dari Timur Tengah ke BSI akan memberikan sejumlah dampak bisnis.
"Kemudahan akses terhadap modal dan international banking transaction serta pembukaan cabang-cabang BSI di sana [Timur Tengah]," jelasnya kepada Bisnis pada Selasa (23/4/2024).
Dengan berkembangnya bisnis BSI, pangsa pasar syariah pun terdongkrak. Sebab, saat ini BSI merupakan bank syariah terbesar di Tanah Air.
Bank syariah hasil merger Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah ini telah meraup aset Rp353,62 triliun pada 2023, naik 15,7% secara tahunan (year on year/yoy).
Meski begitu, Amin menilai dorongan terhadap pangsa pasar perbankan syariah di Tanah Air tidak begitu signifikan. "Karena pasar itu bisa luas. Saat ini dengan mengembangkan pasar domestik, karena itu kekuatan Indonesia, negara dengan 89% penduduk muslim mayoritas dari 280 juta penduduk saja masih sangat potensial untuk digarap," tuturnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Edina Rae mengatakan masuknya investor strategis ke sektor perbankan syariah di Indonesia memang diharapkan mampu mendongkrak pangsa pasarnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis OJK tercatat aset perbankan syariah di Indonesia telah mencapai Rp845,61 triliun per Januari 2024, naik 10,49% dari periode yang sama tahun lalu Rp765,36 triliun.
Meski begitu, pangsa pasar aset perbankan syariah di Indonesia hanya mencapai 7,24% terhadap aset keseluruhan industri perbankan.
Dian mengatakan aksi korporasi tersebut juga mesti hati-hati dilakukan. "Harus merupakan bagian dari rencana strategis jangka panjang dalam rangka penguatan permodalan yang berkelanjutan dan pengembangan bisnis bank ke depan,” ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu, Minggu (21/4/2024).
OJK terus mengingatkan bagi perbankan syariah yang bakal melakukan strategi anorganik perlu melakukan persiapan komprehensif demi meminimalisir potensi perlambatan bisnis.
Dian menyebut hal ini dilakukan agar menghasilkan akselerasi sesuai dengan yang diharapkan. Mulai dari memastikan persiapan manajemen, bisnis, operasional, TI, SDM hingga budaya korporasi yang terdokumentasi dengan baik.
Sebelumnya, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan BSI memang tidak memiliki kendali penuh atas keputusan masuknya investor strategis dan sepenuhnya akan mengikuti arahan sesuai dengan keputusan para pemegang saham.
Namun, Hery mengatakan sebagai bank syariah yang terus berkembang, perseroan tidak pernah menutup peluang untuk berekspansi tergantung kebutuhan dan situasi yang ada, termasuk dengan adanya investor strategis baru. Hery menyebut, selain itu penting bagi BSI untuk mengelola modal dan ketersediaan dana dengan optimal.
“Pertumbuhan memang harus di-drive dari dua sisi, organik dan non-organic. Di BSI sendiri pertumbuhan organik sangat masif, tercermin dari capaian yang rerata dobel digit, ini menunjukkan upside dari pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia ini sangat lebar,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel