BI-Rate Diumumkan, Ekonom Proyeksikan Bank Indonesia Tahan di Level 6%

Bisnis.com,24 Apr 2024, 00:38 WIB
Penulis: Maria Elena
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan paparan saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (29/11/2023). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate masih akan dipertahankan pada level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang akan diumumkan hasilnya hari ini, Rabu (24/4/2024).

Menurut Josua, BI saat ini masih memiliki amunisi yang cukup kuat untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, didukung oleh cadangan devisa yang masih relatif tinggi. Kondisi ini membuat BI masih bisa melakukan intervensi di pasar valuta asing tanpa harus menaikkan suku bunga acuan BI Rate.

Josua menjelaskan, pelemahan rupiah beberapa pekan terakhir dikarenakan data-data indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih solid, sehingga ruang pemotongan suku bunga kebijakan the Fed diperkirakan bergeser dari Juni 2024 ke September 2024.

Selain itu, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor musiman, di mana pembayaran dividen dan kupon ke nonresiden dan pembayaran pokok utang luar negeri akan meningkat dan mencapai puncaknya pada kuartal kedua setiap tahun. 

“Untuk RDG BI pada April 2024 ini, kami melihat bahwa BI cenderung masih akan mempertahankan BI-Rate pada level 6%,” katanya kepada Bisnis, Selasa (23/4/2024).

Meski demikian, Josua mengatakan bahwa ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat berubah dengan cepat.

Dia menilai, jika kondisi global tetap tidak mendukung bahkan cenderung memburuk, dan permintaan aset safe haven terus meningkat dan terjadi sentimen risk-off berkepanjangan yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah terus menerus, maka akan ada peluang bagi BI untuk menaikkan suku bunga acuan.

“Kami melihat peningkatan BI-Rate sebagai opsi terakhir BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Dia menambahkan, keputusan BI untuk meningkatkan efektivitas kebijakan triple intervention sudah membuahkan hasil di tengah gempuran sentimen risk-off yang belakangan terus terjadi. 

Di sisi lain, Josua mengatakan, menggalakkan kembali kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) memang menjadi sangat diperlukan, mengingat surplus perdagangan pada Maret 2024 kembali naik lebih dari US$4 miliar dan dampaknya juga belum terasa pada pasar valuta asing Indonesia. 

“Kami melihat menggalakkan kembali kebijakan DHE menjadi salah satu opsi yang dapat digunakan sebelum menaikkan BI-rate. Kebijakan DHE bisa dilebarkan tidak hanya untuk komoditas ekspor utama Indonesia yang kebanyakan adalah komoditas, menjadi seluruh produk,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini