Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai faktor penyebab masih terkoreksinya premi asuransi unit linked pada perusahaan asuransi jiwa lantaran mekanisme yang baru yakni perekaman.
Sebagai konteks, sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (SEOJK PAYDI), perusahaan asuransi jiwa harus melakukan welcoming call kepada pemegang polis untuk melakukan konfirmasi ulang bahwa produk yang dibeli telah sesuai dengan permohonan dan dipahami dengan baik.
Adapun dalam proses tersebut untuk mengantisipasi potensi perselisihan di kemudian hari, perusahaan asuransi jiwa harus mendokumentasikan proses penjelasan produk dan welcoming call tersebut dalam bentuk rekaman.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan bahwa tidak semua nasabah setuju untuk melakukan perekaman tersebut.
“Kalau unit linked itu sebenarnya masalahnya di perekaman, perekam, kalau masyarakat beli unit link itu kan mesti direkam, jadi orang yang disuruh beli kan enggak mau kan kalau direkam,” kata Togar saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/4/2024).
Togar mengatakan banyak keluhan masyarakat terkait dengan aturan perekaman tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya pun berencana untuk mendiskusikan hal tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya dokumen tertulis yang ditandatangani justru kekuatan hukumnya lebih kuat dibandingkan dokumentasi rekaman.
“Kita berharap OJK dapat meninjau [terkait aturan perekaman], kalau yang lain sih oke ya,” ungkapnya.
Selain welcoming call, ada beberapa perbedaan antara SEOJK PAYDI dan aturan tentang produk unit link sebelumnya:
1. Kriteria
Pada SEOJK PAYDI, salah satu kriteria PAYDI adalah harus memiliki proporsi perlindungan terhadap risiko kematian dan manfaat yang dikaitkan dengan investasi, memiliki masa pertanggungan tertentu, dan memiliki strategi investasi yang spesifik.
Sementara pada aturan sebelumnya, dijelaskan bahwa produk unit-linked adalah produk asuransi jiwa yang harus memiliki nilai manfaat yang dijanjikan ditentukan oleh kinerja subdana investasi yang dibentuk untuk unit-linked, nilai manfaat yang diperoleh dari subdana investasi dinyatakan dalam unit, dan mengandung pertanggungan risiko kematian alami.
2. Modal minimal
SEOJK PAYDI mengatur perusahaan asuransi yang memasarkan unit-linked harus memiliki modal minimal Rp150 miliar - Rp250 miliar sebelum menjalankan usahanya.
Rinciannya, bagi perusahaan asuransi yang baru pertama kali memasarkan PAYDI harus memenuhi ketentuan modal sendiri, yakni sebesar Rp250 miliar bagi perusahaan asuransi konvensional dan Rp150 miliar bagi perusahaan asuransi syariah.
Sementara itu, pada aturan sebelumnya tidak mengatur tentang ketentuan permodalan.
3. Nilai uang pertanggungan kematian alami
Perbedaan lainnya adalah terletak pada nilai uang pertanggungan kematian alami.
Pada SEOJK PAYDI diatur bahwa nilai uang pertanggungan asuransi atau nilai manfaat asuransi syariah atas risiko kematian untuk polis asuransi dalam mata uang rupiah paling sedikit sebesar:
- Nilai yang lebih besar antara Rp100 juta dan 125 persen dari premi atau kontribusi sekaligus, untuk polis asuransi dengan pembayaran premi atau kontribusi sekaligus, atau
- Nilai yang lebih besar antara Rp100 juta dan lima kali premi atau kontribusi tahunan, untuk polis asuransi dengan pembayaran premi atau kontribusi berkala.
Selanjutnya, masih mengacu SEOJK PAYDI, untuk polis asuransi dalam mata uang asing paling sedikit sebesar:
a. nilai yang lebih besar antara Rp500 juta dan 125 persen dari premi atau kontribusi sekaligus, untuk polis asuransi dengan pembayaran premi atau kontribusi sekaligus, atau
b. nilai yang lebih besar antara Rp500 juta dan lima kali premi atau kontribusi tahunan, untuk polis asuransi dengan pembayaran premi atau kontribusi berkala.
Sedangkan pada aturan sebelumnya, besar uang pertanggungan kematian alami adalah sebagai berikut:
A. Polis dalam mata uang rupiah sekurang-kurangnya sebesar:
a. Yang lebih besar di antara Rp15 juta dengan 125 persen dari premi sekaligus, untuk polis dengan pembayaran premi sekaligus, atau
b. yang lebih besar di antara Rp7,5 juta dengan lima kali premi tahunan, untuk polis dengan pembayaran premi berkala.
B. Polis dalam mata uang asing sekurang-kurangnya:
a. Yang lebih besar di antara US$1.500 atau yang setara dengan itu untuk mata uang asing lainnya dengan 125 persen dari premi sekaligus, untuk polis dengan pembayaran premi sekaligus, atau
b. Yang lebih besar di antara US$750 atau yang setara dengan itu untuk mata uang asing lainnya dengan lima kali premi tahunan, untuk polis dengan pembayaran premi berkala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel