Bisnis.com, JAKARTA- Penerbitan beleid larangan dan pembatasan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.36/2023 belum bisa dieksekusi secara menyeluruh, pasalnya terdapat beberapa sektor industri yang didera imbas negatif akibat sulitnya mendatangkan bahan baku dan bahan baku penolong.
Beberapa sektor industri yang kian sulit menggerakkan roda bisnis seiring penerapan Lartas Impor antara lain sektor industri elektronik, pendingin ruangan (Air Conditioner/AC), hingga alas kaki. Mayoritas pelaku industri tersebut mengeluhkan kesulitan mendatangkan bahan baku hingga komponen pendukung industri.
Singkatnya, beleid yang ditujukan untuk memproteksi aliran produk impor guna melindungi industri dalam negeri, malah mengorbankan pelaku industri sendiri.
Bahkan, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memproyeksikan kinerja ekspor alas kaki bakal kembali terseok-seok setelah mengalami pertumbuhan secara tahunan pada periode Januari-Februari 2024.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan, proyeksi penurunan kinerja ekspor alas kaki disebabkan sentimen aturan pembatasan impor yang memengaruhi aktivitas produksi barang lokal, khususnya untuk tujuan ekspor. "Bahkan, saat ini Permendag 36/2023 dan aturan perubahannya telah berdampak pada aktivitas ekspor. Info dari anggota, ada target pasca-Lebaran sudah harus produksi terpaksa saat ini harus molor," kata Firman kepada Bisnis, Senin (22/4/2024).
Firman belum dapat memperkirakan seberapa besar dampak aturan tersebut dapat menyurutkan kinerja industri alas kaki. Kendati demikian, dia mulai melihat dampak yang terjadi imbas regulasi lartas impor lewat Permendag 36/2023 jo. 3/2024.
Dia menuturkan, produksi alas kaki terganjal lantaran impor barang sampel atau barang contoh untuk diproduksi dan diperbanyak di Indonesia semakin sulit dan impor barang modal terhambat sehingga mengganggu proses produksi untuk tujuan ekspor.
"Bahan baku supplier lokal untuk tujuan ekspor bagi industri dalam kawasan berikat juga terkendala teknis aturan pertek," tuturnya.
Pada pelaksanaannya, Permendag terkait Lartas Impor diturunkan lagi sebagai beleid Pertimbangan Teknis (Pertek) yang diterbitkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pertek ini merupakan syarat dan rekomendasi impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian.
Pertek diterapkan untuk mengoptimalkan kemampuan industri lokal. Kendati mendorong produk lokal, industri tujuan ekspor yang di luar kawasan berikat menjadi semakin kalah kompetitif karena bahan baku semakin sulit didapat dan semakin mahal. "Sementara permasalahan substantif [banjir impor ilegal] dari berbagai sektor justru malah diabaikan," kata Firman.
Sebaliknya, ada juga sektor industri yang semringah dengan penerapan Lartas Impor melalui Pertek. Hal ini diungkapkan pelaku industri tekstil dan produk tekstil alias TPT.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma G. Wirawasta mengatakan, sistem Pertek sejauh ini tidak ada kendala bagi industri TPT karena sudah beberapa kali diterapkan, meskipun Pertek terbaru mewajibkan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI). "Untuk sektor lain mungkin para pelaku industrinya belum terbiasa [dengan Pertek] jadi ada beberapa kendala," kata Redma saat dihubungi, Jumat (19/4/2024).
REVISI LARTAS IMPOR
Munculnya polemik Lartas Impor pun meluas, termasuk menyangkut barang bawaan para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terkena jegal. Persoalan inipun menambah daftar amunisi untuk pemerintah merevisi aturan Lartas Impor.
Kemarin, Rabu (24/4/2024), Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan, proses revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor hampir final. Adapun, revisi aturan tersebut merupakan yang kedua kalinya, setelah mengalami perubahan pertama sebelum implementasi pada 10 Maret 2024 melalui Permendag No.36/2023 jo. Permendag No.3/2024.
Zulhas mengatakan bahwa perubahan beleid tersebut sudah diharmonisasi dan dipastikan rampung pekan ini. Sejumlah hal yang dirombak dalam revisi Permendag No.36/2023, antara lain terkait dengan barang bawaan pekerja migran, barang bawaan penumpang dari luar negeri, dan larangan pembatasan (lartas) impor bahan baku.
Singkat cerita, pemerintah pun mengevaluasi kembali kebijakan yang telah diketok pada tahun lalu itu. Terlebih lagi, ketidakselarasan pun terjadi manakala Pertek yang diterbitkan Kemenperin pun dianggap menyulitkan oleh pelaku usaha di beberapa sektor industri.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso menyebut hingga saat ini pihaknya terus membahas dan melakukan evaluasi ihwal opsi penundaan implementasi lartas impor dengan mempertimbangkan masukkan dari para pelaku usaha. Musababnya, Kemendag masih mempertimbangkan dan mengevaluasi kesiapan sistem persetujuan teknis (Pertek) yang ada di Kementerian Perindustrian.
Adapun, pertek impor saat ini menjadi salah satu syarat bagi pelaku usaha untuk mendapatkan persetujuan impor (PI) dari Kemendag. "Evaluasinya sore ini pertek di kementerian teknis, misalnya di Kementerian Perindustrian. Pertek kita evaluasi apakah itu nanti ditunda 3 bulan ataukah memang perteknya sudah siap," tuturnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, proses permintaan impor sejumlah produk-produk tersebut telah berjalan melalui portal Indonesia National Single Window (INSW). "Penyelesaian peraturan ini membutuhkan waktu mulai dari perumusan draf, proses harmonisasi, hingga mendapat nomor pengundangannya, baru setelahnya dapat dinyatakan berlaku dan digunakan sebagai dasar hukum untuk menjalankan kebijakan," ujar Febri, dikutip Senin (22/4/2024).
Febri menegaskan, untuk masing-masing peraturan memerlukan waktu yang bervariasi, bergantung pada kompleksitas produknya. Adapun, komoditas impor yang membutuhkan pertek sebagian merupakan produk akhir industri. Di sisi lain, dia memastikan pertek impor bahan baku industri akan melalui proses penerbitan yang cepat, maksimal 5 hari kerja sehingga tidak akan menganggu kebutuhan produksi industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel