BI Rate Naik Jadi 6,25%, Begini Respons Bos Allo Bank (BBHI)

Bisnis.com,25 Apr 2024, 13:15 WIB
Penulis: Arlina Laras
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) di Jakarta, Senin (6/3/2023). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), bank digital besutan kongsi crazy rich Chairul Tanjung, grup Salim, hingga PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) memperkirakan kenaikan BI-Rate 6,25% bakal berdampak pada kinerja perbankan

Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo mengatakan tingkat suku bunga tinggi akan berdampak langsung pada pembiayaan oleh industri perbankan, mengingat faktor ketidakpastian terus menjadi acuan utama dalam pengelolaan risiko pembiayaan.

“Sedangkan dengan naiknya tingkat suku bunga acuan dikhawatirkan memberikan tekanan terhadap debitur debitur yang masih dalam pemulihan pasca Covid-19,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (25/4/2024)

Lebih lanjut, meski likuiditas perbankan tercatat memadai, tercermin dari rasio alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Maret 2024 di level 27,18%, bukan berarti hal ini tidak memberi tekanan bagi perbankan. 

“Keadaan DPK perbankan dapat dikatakan aman merujuk pada kondisi AL/DPK 27,18% namun tekanan diperkirakan akan dirasakan dalam beberapa periode ke depan,” ucapnya. 

Dia pun menuturkan bisa dikatakan bahwa ada dua sisi dari kenaikan suku bunga yang memiliki efek yang berlawanan. 

Di mana, satu sisi, kenaikan suku bunga dapat memberikan tekanan tambahan pada industri perbankan untuk menjaga pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) dan rasio margin pendapatan bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) pada 2024.

Namun, di sisi lain, kenaikan suku bunga juga dapat membantu menjaga atau bahkan memperkuat nilai tukar mata uang rupiah untuk bisa menekan outflow investor asing

Sebagaimana diketahui, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap alasan Dewan Gubernur BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% pada April 2024. 

Perry mengatakan keputusan menaikkan suku bunga untuk memperkuat stabilitas rupiah dari kemungkinan membuturuknya risiko global serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025

"Kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini