Rafaksi Minyak Goreng, BPDPKS Tunggu Dokumen Hasil Verifikasi Kemendag

Bisnis.com,26 Apr 2024, 19:20 WIB
Penulis: Ni Luh Anggela
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih menunggu dokumen hasil verifikasi PT Sucofindo dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membayar selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng senilai Rp474 miliar.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal Sutawijaya.

“Belum ada surat hasil verifikasi yang diterbitkan Kemendag ke BPDPKS hingga saat ini,” kata Achmad kepada Bisnis, Jumat (26/4/2024).

BPDPKS sebelumnya menyatakan siap dan berkomitmen untuk menyelesaikan utang rafaksi tersebut. Pihaknya bahkan telah mengalokasikan dana dan sudah tersedia di BPDPKS.

Untuk diketahui, proses pembayaran baru dapat dilakukan jika BPDPKS telah menerima hasil verifikasi PT Sucofindo dari Kemendag. Oleh karena itu, BPDPKS belum dapat membayar selisih harga jual kepada produsen minyak goreng.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim sebelumnya mengakui, hingga saat ini pihaknya belum menyerahkan hasil verifikasi PT Sucofindo ke BPDPKS. 

Pasalnya, Kemendag masih dalam proses menyelesaikan dokumen dan surat hasil verifikasi PT Sucofindo untuk pembayaran utang rafaksi.

“Belum diserahkan [dokumen verifikasi], ini lagi kita kerjakan sedang sirkuler,” kata Isy saat ditemui di Kantor Kemendag, Rabu (24/4/2024).

Isy memastikan, pihaknya akan berupaya secepatnya untuk merampungkan rafaksi minyak goreng ini sesuai dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan, dalam Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng pada Maret 2024.

Adapun utang rafaksi yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar atau 58,43% dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp812,72 miliar. 

Perbedaan hasil verifikasi ini terjadi lantaran mayoritas pelaku usaha tidak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi, dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, dan penyaluran maupun rafaksi melebihi 31 Januari 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Leo Dwi Jatmiko
Terkini