Bisnis.com, JAKARTA -- Bank pembangunan daerah (BPD) menyusun strategi untuk mempertahankan kinerja di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate ke level 6,25%.
Pasalnya, kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ini kian memberi tekanan lanjutan terhadap biaya dana atau cost of fund bagi kelompok bank daerah, yang dampaknya telah terasa sepanjang 2023.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan, laba BPD menyentuh Rp2,28 triliun pada Februari 2024, susut tipis 2,02% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya Rp2,32 triliun.
Akan tetapi, dari segi intermediasi, BPD telah menyalurkan kredit Rp606,68 triliun pada 2023, tumbuh 7,79% dari periode sebelumnya Rp562,85 triliun pada 2022. Aset BPD pun naik 5,02% menjadi Rp985,42 triliun pada 2023 dari sebelumnya Rp938.29 triliun pada 2022.
Seiring dengan kenaikan kredit, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) kelompok BPD pun naik tipis 15 bps ke level 2,41% dari sebelumnya 2,26%. Capaian BPD ini berlawanan arah apabila dibandingkan secara industri, di mana NPL bank umum mengalami penurunan 23 bps menjadi 2,35% per Februari 2024 dari 2,58% pada periode tahun lalu.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bakal terjadi perlambatan atas pertumbuhan kinerja BPD.
“Karena ada beban cost of fund yang cukup lumayan. Satu sisi mereka [BPD] harus mengubah strategi, apalagi usai The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan AS di kisaran target 5,25% - 5,5%" ujarnya pada Bisnis, Kamis (2/5/2024)
Amin juga menyoroti bagaimana permintaan kredit yang diprediksi tidak terlalu tinggi karena bank kini mulai selektif. Apalagi, BPD masih harus 'berperang' dengan NPL, lantaran adanya proses yang belum tuntas pascarelaksasi dan restrukturisasi Covid-19
Meski demikian, dia menyebut kinerja BPD masih bakal terkerek, mengingat kelompok bank daerah itu masih mengandalkan kredit konsumer untuk ASN yang dinilai relatif masih cukup aman.
Dalam kesempatan lain, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) Busrul Iman mengatakan perseroan mengawali 2024 di tengah kondisi yang dinamis. Manajemen telah melakukan review atas beberapa hambatan sekaligus juga melanjutkan capaian selama 2023 kemarin yang terbagi dalam lima besaran.
Pertama, akuisisi market bisnis yang lebih luas yaitu pada sektor riil/produktif terutama untuk bisnis kredit di segmen UMKM. Kedua, penguatan captive market yaitu segmen consumer melalui program retensi, akuisisi, sampai dengan turunan di captive market
“Beberapa contoh ekosistem selain bisnis kredit konsumer, antara lain pembiayaan proyek Pemda, pengadaan termasuk layanan transaksional antar BUMD, Badan Layanan Umum Daerah [BLUD] di bawah kendali Pemda,” ujarnya dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2024, Senin (29/4/2024)
Ketiga, penetrasi layanan digital untuk meningkatkan rasio dana murah (CASA) BJTM. Keempat, perseroan menggenjot potensi income melalui layanan nonkredit, seperti peningkatan transaksi di bisnis tresuri dan layanan devisa. Terakhir, fokus pada pertumbuhan bisnis anorganik melalui KUB dengan beberapa kandidat BPD
Pihaknya juga tengah wait and see dalam menghadapi kenaikan suku bunga acuan ini. Busrul mengatakan akan mempertimbangkan kemampuan pasar demi mencegah timbulnya NPL baru.
“Misal dengan efisiensi yang bisa kita lakukan, menekan biaya dana maka lending rates akan lebih masuk ke market dan itu akan menciptakan profit. Jadi, bukan hanya pricing tapi volumenya,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) Yuddy Renaldi juga mengatakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebagai dampak dari perkembangan dinamika ekonomi saat ini, dilihat bakal memberi tekanan pada sektor perbankan karena harus bertahan pada suku bunga tinggi dengan lebih panjang.
“Di sisi lain, risiko NPL juga harus dikelola agar penyesuaian suku bunga yg dilakukan perbankan dapat berimbang dengan kemampuan bayar debitur,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (2/5/2024).
Dengan demikian, pada tahun ini BJBR akan lebih selektif dan konservatif sambil melihat lebih jauh bagaimana dampak daripada dinamika perekonomian yg ada terhadap sektor-sektor usaha. Perseroan juga bakal mengupayakan efisiensi dalam kegiatan operasional dan biaya dana. “Serta mendorong sumber-sumber pendapatan berbasis transaksi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel