Reaksi Asosiasi Fintech Soal Dicabutnya Izin Pinjol TaniFund

Bisnis.com,12 Mei 2024, 22:32 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar berbincang dengan Redaktur Pelaksana Bisnis Indonesia Hendri T. Asworo dalam kunjungan ke redaksi, Jumat (26/1/2024)./Bisnis - Eusebio Chrysnamurti.

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pencabutan izin platform pinjaman online (pinjol) PT Tani Fund Madani Indonesia (Tanifund) beberapa waktu lalu sebagai upaya mendukung industri yang sehat.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar mengatakan pencabutan izin tersebut bertujuan agar industri fintech P2P lending tetap sehat dan berkelanjutan. Entjik pun memastikan pihaknya selalu mengimbau agar semua anggota selalu taat terhadap aturan dalam pemberian kredit. 

“Tentunya dengan mengedepankan prinsip kehati-harian, agar tetap dijalur yang sehat,” kata Entjik kepada Bisnis, Minggu (12/5/2024). 

Menurut Entjik kuncinya dalam industri pinjol adalah manajemen risiko dari platform fintech P2P lending harus kuat, sehingga pemberian kredit comply dengan aturan dan prudent. Dia menambahkan setiap sektor industri masing-masing memiliki risiko yang berbeda-beda satu sama lain.

Terlepas dari kasus TaniFund, dia mengatakan sebenarnya sektor pertanian sangat potensial dengan market yang sangat besar. 

“Menurut saya apabila proses kredit dijalankan dengan mengikuti aturan yg ada terutama credit risk management yang baik untuk meminimize kredit macet di sektor ini akan terkontrol dengan baik,” ungkapnya. 

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan untuk mengantisipasi hal serupa perlu adanya penguatan di dua sisi yakni lender maupun borrower. Dari sisi lender, kewajiban asuransi dapat lebih diperketat dan apabila perlu OJK perlu menginisiasi lembaga penjamin investasi pada P2P lending, terlebih investasi untuk sektor yang masih tinggi, pertanian. 

“Seperti LPS-nya bank ataupun asuransi,” kata Huda. 

Kedua, rasionalkan bunga manfaat bagi lender sehingga bisa mengukur risiko dengan tepat. Sementara dari sisi borrower, Huda melihat penggunaan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) perlu sekali. 

“Kabarnya pertengahan tahun ini sudah bisa menggunakan data SLIK untuk credit scoring P2P lending. Terlebih untuk menghindari bad debtors dari perbankan yang saya rasa banyak juga yang meminjam P2P lending,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini