Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang peraturan baru soal Konglomerasi Keuangan dan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK). Salah satu tujuanya untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan sektor keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan ini merupakan pembaruan dari aturan sebelumnya, yakni POJK 45/2020. Lebih lanjut, RPOJK ini diakui sebagai salah satu pilar penting yang diperkuat dalam kerangka UU P2SK.
Konglomerasi Keuangan adalah LJK yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian.
Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (Financial Holding Company) yang selanjutnya disingkat PIKK adalah badan hukum yang dimiliki oleh PSP/PSPT untuk mengendalikan, mengonsolidasikan, dan bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas Konglomerasi Keuangan.
“Konsep dari perusahaan induk konglomerasi keuangan [PIKK] adalah sebagai corporate center,” ujarnya dalam Konferensi Pers RDK Bulanan, Senin (13/5/2024)
Dia menyebut ada beberapa pokok aturan yang berbeda dibandingkan ada POJK 45/2020, antara lain tentang cakupan lembaga jasa keuangan yang disebut sebagai konglomerasi keuangan.
Dalam POJK sebelumnya, lembaga jasa keuangan yang dianggap sebagai konglomerasi keuangan hanya terbatas pada bank, perusahaan asuransi atau re-asuransi, perusahaan pembiayaan dan efek.
Kini, cakupan lembaga jasa keuangan diperluas, mulai dari bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, perusahaan modal ventura, penyelenggara peer-to-peer (P2P) lending, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, dan lainnya.
“[Serta] perusahaan non-lembaga jasa keuangan yang menunjang LJK dapat pula menjadi anggota dari konglomerasi keuangan itu,” ucapnya.
Lebih lanjut, kriteria induk usaha alias PIKK terbagi menjadi dua yaitu PIKK Operasional dan Non Operasional.
Pertama, PIKK Operasional yaitu badan hukum yang dimiliki oleh Pemegang Saham Pengendali atau pemegang saham perusahaan terbuka, yang selain melakukan kegiatan PIKK juga melakukan kegiatan sebagai lembaga jasa keuangan.
Kedua PIKK Non Operasional adalah badan hukum yang hanya melakukan kegiatan sebagai PIKK dan tidak melakukan sebagai lembaga jasa keuangan.
Berikutnya, dalam RPOJK ini ditetapkan kriteria konglomerasi keuangan yang wajib membentuk PIKK.
Pertama, total keseluruhan LJK lebih dari Rp100 triliun dan paling sedikit dua sektor usaha jasa keuangan yang berbeda
Kedua, total aset keseluruhan LJK Rp20 triliun sampai Rp100 triliun dan beroperasi di paling sedikit tiga sektor keuangan yang berbeda.
“Kemudian, OJK menetapkan konglomerasi keuangan yang tidak memenuhi kriteria dengan apa yang saya sebutkan tadi, dapat dianggap sebagai konglomerasi keuangan dengan pertimbangan tertentu, terutama dilihat dari interkonektivitas dan kompleksitas dari konglomerasi keuangan yang ada,” ujar Mahendra.
Hal-hal lain yang diatur juga mengenai tugas dan tanggung jawab PIKK, yakni menyusun dan menetapkan strategi KK, bertanggung jawab atas manajemen risiko, pengendalian internal hingga fungsi kepatuhan secara keseluruhan grup atau KK.
Lalu, RPOJK juga mengatur kepengurusan PIKK dan pengaturan rangkap jabatan PIKK dan kewajiban PIKK untuk membentuk komite direksi dan komisaris, satuan kerja serta menyusun rencana korporasi. “Juga [RPOJK] ini juga ada ketentuan mengenai kriteria pengendalian PIKK terhadap anggota KK,” ucapnya.
Terakhir, RPOJK juga menegaskan adanya larangan kepemilikan silang (cross holding) baik secara langsung maupun tidak langsung pada Konglomerasi Keuangan, yakni terhadap PIKK dan LJK anggota Konglomerasi Keuangan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut dikeluarkannya RPOJK ini untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan sektor keuangan
“Dalam rangka itu OJK melakukan pengawasan aktif terhadap KK, misal on site, off site yang lingkup pengawasannya berbasis risiko,” ucapnya.
Dirinya mengambil contoh cakupan yang diawasi, mulai dari risiko transaksi, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, hal strategic dan asuransi, serta penerapan governance dan permodalan secara terintegrasi.
“Pengawasan secara holistik dituangkan dalam dokumen rencana pengawasan yang terintrgasi dan integrated risk rating atau rating risiko yang terintegrasi yang dilakukan penilaian dan pemantauan oleh OJK secara berkala,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel