Bank Bangkrut Menjamur, OJK Terbitkan Aturan Baru BPR & BPR Syariah

Bisnis.com,18 Mei 2024, 10:28 WIB
Penulis: Akbar Evandio
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis - Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Peraturan baru tersebut diteken seiring banyaknya fenomena bank bangkrut, khususnya BPR. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan aturan tersebut diterbitkan untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah. 

Hal ini dimaksudkan agar sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). 

Nantinya, Dian menyebut bahwa POJK 7/2024 akan untuk terus mendorong BPR dan BPR Syariah agar dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang adaptif sehingga mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.

“Penerbitan Peraturan OJK ini serta upaya penguatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPR Syariah,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (18/5/2024).  

Menurutnya, POJK 7/2024 merupakan upaya lembaga untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal mengingat berdasarkan hasil pengawasan, terdapat beberapa kelemahan struktural termasuk kecurangan (fraud) sehingga BPR dan BPR Syariah tersebut harus ditutup demi penyehatan sistem perbankan dan pelindungan konsumen. 

Selain itu, POJK 7/2024 yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham. 

"Aturan tersebut akan memuat sejumlah kebijakan strategis dalam rangka mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah. Mulai dari kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal," jelasnya. 

Bahkan, aturan itu juga mengatur kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan Pemegang Saham Pengendali yang sama.  

OJK berharap kebijakan tersebut dapat secara cepat memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, memperkuat tools penerapan manajemen risiko dan tata kelola, sehingga dapat mendorong penguatan daya saing industri BPR dan BPR Syariah.

Lalu, aturan ini juga, kata Dian, mengedepankan efisiensi lembaga jasa keuangan yang memperkenankan Lembaga Keuangan Mikro untuk melakukan aksi penggabungan dengan BPR atau BPR Syariah.

"Beleid di dalamnya dapat menyempurnakan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah," katanya. 

Mengingat, kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup tersebut wajib diselesaikan paling lama dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah non- pemerintah daerah, dan paling lama tiga tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah milik pemerintah daerah. 

Dian berharap POJK ini dapat meningkatkan level of playing field BPR dan BPR Syariah serta memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR Syariah.

“OJK meyakini kebijakan konsolidasi BPR dan BPR Syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat,” pungkas Dian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini