Ongkos Produksi Kemasan Plastik Melonjak 20% Imbas Depresiasi Rupiah

Bisnis.com,26 Mei 2024, 13:19 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Kemasan plastik BOPP./Ilustrasi-adhtape.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesian Packaging Federation (IPF) mengungkap dampak depresiasi rupiah terhadap nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mulai memengaruhi kenaikan biaya produksi kemasan plastik

Business Development Director IPF Ariana Susanti mengatakan hal tersebut lantaran 50% bahan baku plastik masih diimpor sehingga beban belanja produksi masih tinggi. Alhasil, harga jual produk hilir pun diprediksi akan terkerek. 

"Tentunya fluktuasi nilai tukar rupiah sangat berpengaruh terhadap industri dalam negeri saat ini. [Kenaikannya] tergantung bahan yang dipakai, bisa 5-10%, bahkan bisa 10-20%," kata Ariana kepada Bisnis, dikutip Minggu (26/5/3034).

Dia menjelaskan bahwa impor bahan baku plastik telah mengalami penurunan sekitar 20% sejak kuartal ketiga tahun lalu. Kondisi ini memicu penurunan utilitas produksi sejumlah produsen kemasan. 

Hingga saat ini, kenaikan impor bahan baku disebut masih melambat karena banyak pemain dan brand baru dan beban produksi yang meningkat. 

"Adanya shifting dan disruption, dan e-commerce, juga sangat berpengaruh. Tidak semua pasokan kemasan menurun, tergantung produk tertentu dan ini sangat variatif," tuturnya. 

Dia tak memungkiri, ketika harga bahan baku dan ongkos produksi mengalami kenaikan, pengguna kemasan plastik terpaksa menaikkan harga jual produk atau efisiensi ukuran produk. 

Sementara, daya beli masyarakat juga akan melemah di tengah kenaikan inflasi imbas depresiasi rupiah. Salah satu yang diandalkan industri kemasan saat ini yaitu sektor makanan minuman yang menyerap 70% penggunaan kemasan plastik. 

"Tentunya berpengaruh juga dengan daya beli konsumen, apalagi saat ini barang-barang kebutuhan pokok juga naik," imbuhnya. 

Tekanan industri kemasan plastik juga sejalan laju pertumbuhan industri karet, barang dari karet dan plastik yang masih terkontraksi -5,24% year-on-year (yoy) pada triwulan I/2024, lebih rendah dari kinerja periode yang sama tahun lalu 1,66% yoy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Thomas Mola
Terkini