Mendag Ogah Revisi Aturan Impor Lagi Meski Diprotes, Ini Alasannya

Bisnis.com,28 Mei 2024, 15:46 WIB
Penulis: Ni Luh Anggela
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. /Bisnis-Ni Luh Anggela.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memastikan bahwa pemerintah tidak akan merevisi kebijakan dan pengaturan impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Hal tersebut disampaikan Zulhas untuk merespons keluhan sejumlah pengusaha pasca diterbitkannya Permendag No. 8/2024.

“Nggak [bakal direvisi lagi],” kata Zulhas saat ditemui di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Selasa (28/5/2024).

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, hadirnya kebijakan ini adalah untuk mengendalikan barang impor yang masuk ke Indonesia. Namun diakui Zulhas, regulasi ini tidak mudah untuk diimplementasikan di lapangan.

Selain itu, dia menyebut bahwa keluhan yang disampaikan para pengusaha sudah terlambat. Menurutnya, keluhan tersebut seharusnya sudah disampaikan sebelum beleid ini diterbitkan.

“Terlambat kalau ngeluhnya sekarang, [kenapa] nggak kemarin-kemarin ya,” ujarnya. 

Pada 17 Mei 2024, pemerintah mengeluarkan perubahan baru mengenai kebijakan dan pengaturan impor. Beleid itu merupakan perubahan ketiga atas Permendag No. 36/2023.

Sayangnya, tak semua menyambut baik regulasi tersebut. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai, revisi lartas impor yang merelaksasi komoditas tekstil itu kian menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam melindungi industri nasional, utamanya industri garmen, industri kecil menengah, dan konveksi.

“Ini revisi menjadikan pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya sudah direlaksasi,” kata Ketua Umum APSyFI Redma G. Wirawasta, Selasa (21/5/2024).

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengharapkan agar relaksasi dan pembatasan impor alas kaki diterapkan untuk bahan baku/penolong.

Eddy menyebut, industri sepatu masih membutuhkan impor bahan baku/penolong untuk mendorong produktivitas industri mengingat utilitas produksi industri sepatu untuk pasar domestik berada di kisaran 30%-40% sedangkan pasar ekspor 60%-70%.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk mengatur ulang tata kelola importasi agar efektif melindungi industri dari gempuran produk luar negeri tetapi tidak membatasi gerak produksi dengan menahan impor bahan baku.

“Dari Aprisindo itu kalau bisa bahan baku lah yang dipermudah, bukan barang jadi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini