Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis perbankan dinilai masih terus prospektif meski rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) kian tertekan di tengah tingginya suku bunga acuan.
Sebagaimana diketahui, NIM memberikan gambaran tentang seberapa efisien suatu lembaga keuangan dalam menghasilkan keuntungan dari selisih antara pendapatan bunga yang diperoleh dan biaya bunga yang dibayar.
Makin besar angka NIM mengindikasikan potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan semakin besar.
Tercatat berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), NIM di Indonesia per April 2024 menjadi 4,57% susut tiga basis poin (bps) dari bulan sebelumnya, yaitu Maret 2024 sebesar 4,60%. Adapun, secara tahunan, angka ini turun 20 bps, di mana tahun lalu NIM sempat menyentuh 4,77%.
Chief Investment Officer Southeast Asia dan India for Global Private Banking and Wealth at HSBC James Cheo meyakini Bank Indonesia akan mengikuti perubahan suku bunga The Fed dalam menentukan BI Rate, yang akan memberi dampak kepada NIM.
Namun, Cheo menekankan bahwa NIM hanyalah salah satu komponen, justru pertumbuhan kredit di Indonesia menjadi kunci utama.
“Jika GDP tumbuh pada tingkat 5%-6%, pertumbuhan kredit biasanya [bakal tumbuh] dua kali lipat, bahkan dua setengah kali lipat,” ujarnya dalam Media Briefing HSBC Global Banking Investment Outlook Kuartal III/2024, Selasa (4/6/2024).
Pada kesempatan yang sama, Managing Director Global Chief Investment Officer Global Private Banking and Wealth HSBC Willem Sels mengatakan prospek perbankan di Indonesia tetap solid, terutama karena pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Dia juga menyebut sektor perbankan merupakan bagian dari portofolio investasi yang menarik, baik di wilayah Eropa, AS, maupun Asia Tenggara, karena berbagai alasan seperti valuasi yang murah, pertumbuhan ekonomi yang tangguh, dan pembagian dividen. “Sehingga, dari perspektif investor, sektor perbankan merupakan sektor yang menarik,” imbuhnya.
Apabila dirinci, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2024 secara tahunan, KBMI I mencatat penyusutan NIM sebesar 10 bps menjadi 4,59% dari 4,69%
Kemudian, NIM KBMI II kian tertekan hingga 28 bps menjadi 4,05% dari 4,33%. Penurunan NIM terus berlanjut pada KBMI III sebesar 18 bps menjadi 3,65% dari 3,83%.
Tren penurunan juga terjadi kepada KBMI IV alias kelompok bank jumbo, di mana NIM mengalami penyusutan 16 bps menjadi 5,19% dari 5,35%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel