OPINI: Mengelola Tantangan Industri Perbankan

Bisnis.com,05 Jun 2024, 08:14 WIB
Penulis: Ryan Kiryanto
OPINI: Mengelola Tantangan Dunia Perbankan. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang dinamis akhir-akhir ini, mengelola bisnis perbankan tentu tidak mudah.

Saat ini nasabah mengharapkan hasil lebih baik, cepat dan besar. Nasabah usia muda sebagian disebut nasabah digital telah tumbuh berkembang dengan teknologi yang makin cepat dan lebih komprehensif dari waktu ke waktu.

Banyak bank tahu mereka perlu merespons dengan memodernisasi layanan melalui perangkat teknologi papan atas seiring perubahan perilaku nasabah. Dengan ekspektasi bahwa nasabah akan menentukan masa depan perbankan, bank-bank perlu secara konsisten dan berkesinambungan mengadopsi strategi termutakhir untuk memberikan layanan terbaiknya.

Setidaknya terdapat delapan kiat yang harus diterapkan oleh pengelola bank untuk dapat merespons tantangan-tantangan yang ada baik yang teknis maupun nonteknis sesuai dengan pakem “nasabah adalah raja”.

Pertama, memahami ekspektasi, aspirasi dan preferensi nasabah. Generasi digital native saat ini memiliki harapan tinggi terhadap layanan komprehensif, cepat, aman, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka. Sejumlah bank tradisional berjuang keras untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut melalui teknologi terkini.

Sebagai contoh, pada 2020, sebanyak 85% nasabah perbankan Amerika Serikat (AS) terutama mengandalkan solusi perbankan seluler. Kedua, mengoptimalkan pengalaman seluler. Pandemi Covid-19 berdampak besar pada kebutuhan lembaga keuangan utamanya perbankan untuk memprioritaskan metode pengiriman seluler dan nontradisional, seperti perbankan video dua arah.

Jika diberi pilihan, saat ini jauh lebih banyak nasabah memilih layanan perbankan digital atau virtual bank daripada nondigital. Strategi seluler membantu lembaga keuangan tetap kompetitif dan menjadi faktor utama dalam kepuasan dan retensi nasabah.

Ketiga, memanfaatkan media sosial untuk mening-katkan lalu lintas komuni-kasi dengan nasabah, mitra bisnis dan pemangku kepentingan lainnya. Media sosial telah datang jauh dari sekadar pembaruan status dan/atau berbagi foto. Melalui kanal media sosial yang terus menerus diimprovisasi, bank-bank memiliki peluang besar untuk mendapatkan lebih banyak nasabah baru serasa menjaga loyalitas nasabah lama.

Kelompok nasabah utama juga akan bertahan lama dengan bank yang senantiasa menyapanya melalui kanal media sosial bank.Keempat, menjaga keaman-an dan otentifikasi. Setiap kali solusi teknologi baru memulai debutnya, seseo-rang mencoba meretasnya.

Meskipun mobile banking makin populer, tetapi pelanggaran keamanan (termasuk ke dalam kategori cyber risk) terus menimbulkan ancaman signifikan bagi nasabah yang memiliki literasi keuangan digital yang rendah. Meskipun bank-bank digital mampu menawarkan otentifikasi aman untuk solusi swalayan (self service), tetapi mereka perlu memastikan bahwa platform bank digitalnya dapat memberikan tingkat keamanan dan perlin-dungan data yang andal.

Kelima, menjaga ritme kompetisi dengan financial technology (fintech). Fintech mengacu pada perangkat lunak yang dapat meng-gantikan layanan keuangan bertenaga manusia, seperti pemrosesan pembayaran, aplikasi pinjaman, penasihat keuangan, dan mata uang kripto (cryptocurrency).

Jika fintech memiliki kemampuan, bank-bank skala menengah-kecil dapat bermitra dengan entitas fintech dan/atau mendukung program yang meneliti dan mengembangkan solusi fintech baru. Konsep kemitraan yang menang-menang ini dapat memposisikan lembaga keuangan independen sebagai pemain industri yang cerdas.

Keenam, melakukan perubahan atau reformasi internal. Untuk bagian yang lebih baik dari periode tahun 2010-an, kini upaya perekrutan pekerja di industri keuangan telah memprioritaskan keahlian dan inovasi teknologi pada para pelamar kerja berkategori digital talents.

Saat ini, peran seperti Chief Innovation Officer (CIO) dan Chief of Strategic Marketing (CSM) bertanggung jawab untuk memenuhi dan mengantisipasi ekspektasi nasabah, dengan penekanan kuat pada inovasi layanan digital.

Ketujuh, mengadopsi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Saat ini AI makin banyak digunakan di industri keuangan untuk memprediksi preferensi nasabah dan menilai risiko. Banyak bank terus berjuang untuk bisa mengadopsi AI untuk mendukung penguatan daya saing dan daya tahan banknya di tengah persaing-an baik dengan sesama bank maupun dengan industri nonbank.

Kedelapan, mematuhi semua peraturan. Ketika peraturan menjadi lebih ketat, berat dan kompleks, bank-bank harus mengalokasikan lebih banyak anggaran mereka untuk pemenuhan aspek kepatuhan. Karena regulasi terus berkembang dan tidak mungkin dihindari, maka bank-bank harus mampu mengadopsinya dalam regulasi internal yang lebih teknis beserta perangkat keras dan lunaknya.

Delapan langkah di atas pada gilirannya akan mampu menangkal setiap tekanan dan menyerap setiap risiko akibat dari persaingan yang keras. Peningkatan kapabilitas sumber daya manusia harus diimbangi dengan pengembangan kapasitas teknologi digitalisasi menjadi keunggulan daya saing.

Masa depan industri keu-angan yang sehat, kredibel, menguntungkan dan kon-tributif bagi perekonomian nasional sangat bergantung pada keunggulan daya saing bank, bertumpu pada mutu human capital bertumpu pada talenta digital, kemajuan teknologi informasi, keandalan sistem dan prosedur yang selaras dengan regulasi serta diperkuat dengan sistem manajemen risiko kom-prehensif yang berkualitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini