Banjir Relokasi Pabrik dari China, Pemerintah Perlu Pilih-pilih Investasi

Bisnis.com,07 Jun 2024, 07:00 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa & Kahfi
Seorang karyawan bekerja di lini produksi serat karbon di dalam sebuah pabrik di Lianyungang, provinsi Jiangsu, China, 27 Oktober 2018./REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA- Relokasi beberapa industri dari China dinilai ikut memacu peningkatan realisasi investasi asing langsung bagi Indonesia. Hanya saja, tidak seluruh investasi dari ‘Negeri Panda’ bisa leluasa, khususnya yang bisa merusak lingkungan maupun menghempaskan industri lokal.

Pada 2023, total penanaman modal asing langsung sektor manufaktur tercatat moncer, dengan peningkatan sebesar US$4 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Secara total, nilai investasi asing itu tembus US$28,7 miliar.

Merujuk riset Jones Lang LaSalle (JLL), tren kenaikan investasi asing ini bakal berlanjut, terutama ditopang aliran dana seiring relokasi manufaktur China. Keputusan manufaktur China merelokasi pabrik antara lain memperkuat rantai pasok, serta meminimalkan gangguan dari sisi pasar maupun distribusi.

Lebih jauh, seperti dicatat JLL, manufaktur China yang lebih memilih relokasi ke Asia Tenggara dan India, membidik peluang berupa tingkat upah dan biaya bahan baku murah. Tidak hanya itu, kesiapan hingga harga lahan juga menjadi pertimbangan penting.

Country Head of Logistics and Industrial JLL Indonesia Farazia Basarah mengungkapkan, tujuan relokasi manufaktur China banyak berlomba ke Asia Tenggara termasuk Indonesia.

“Ini membuat Indonesia menjadi alternatif yang efektif secara biaya,” ungkapnya, pada Rabu (5/6/2024).

Indonesia pun memiliki kesiapan dari sisi tenaga kerja, regulasi yang adaptif, serta pasokan bahan baku sekaligus pasar potensial.

Pemicu lainnya adalah perang dagang Amerika versus China yang tak berkesudahan. Sebagaimana dicatat Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), investor dari China terus berdatangan menggarap industri polimer.

Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan terdapat rencana investasi jumbo dari beberapa perusahaan asal China untuk membangun pabrik polimer yang memproduksi polyethylene, polyprophylene, maupun polyvinyl chloride.

“Mereka lagi cari lokasi untuk bangun pabrik baru, memang bukan relokasi. Ada beberapa masuk untuk bikin bahan polimer,” ungkapnya kepada Bisnis (5/6/2024).

Derasnya investasi China juga dirasakan para pengembang kawasan industri. Himpunan Kawasan Industri (HKI) mengklaim penyerapan lahan kawasan industri secara nasional selama Januari hingga Mei sebanyak 277,43 hektare.

Realisasi serapan itu didorong gelontoran investasi asing langsung. “Banyak perusahaan China yang mencari lokasi alternative untuk menghindari kebijakan tariff barriers dan hambatan lainnya,” tutur Ketua Umum HKI Sanny Iskandar.

PABRIK SEMEN CHINA

Di sisi lain, tak semua investasi asal China bisa mudah diterima. Teranyar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyetop kerja sama pembangunan pabrik semen antara perusahaan China dan PT Kobexindo Cement yang berlokasi di Aceh.

Direktur Industri Semen, Keramik, Pengolahan Bahan Galian Non Logam Putu Nadi Astuti mengatakan, rencana investasi pabrik semen baru itu bertentangan dengan kebijakan moratorium pendirian pabrik semen baru.

“Walaupun bersifat MoU, PT Kobexindo Cement tidak dapat memproses lebih lanjut perizinan berusaha, karena sistem OSS terkunci dikarenakan kebijakan moratorium investasi industri semen,” kata Putu.

Pemerintah tengah menjaga kondisi industri semen yang saat ini mengalami kelebihan pasokan. Sejak beberapa waktu lalu, Kemenperin pun melaksanakan moratorium pendirian pabrik baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Kahfi
Terkini