Bisnis.com, JAKARTA - Tren penyusutan kantor cabang perbankan dan penurunan jumlah mesin fisik ATM terus berlanjut hingga kuartal I/2024. Bankir hingga pengamat menyebut ini menjadi satu strategi perusahaan demi meraih efisiensi dan meningkatkan profitabilitas.
Bila satu persatu dilihat secara industri, melansir dari Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor bank di Indonesia per Maret 2024 memang mencapai 24.243 unit, turun 733 unit secara tahunan dari sebelumnya 24.975 per Maret 2023.
Jumlah ini turun 25 unit dari bulan sebelumnya, yakni Februari 2024 sebesar 24.286. Secara tren tiap tahunnya, kantor cabang perbankan memang mencatatkan penyusutan sejak 2021 yakni mencapai 32.366 unit, lalu pada 2022 menjadi 25.377 unit.
Kemudian, tren menurunnya mesin fisik ATM secara umum juga tergambarkan dari data Surveillance Perbankan Indonesia sejak kuartal III/2023 di mana, jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia menyentuh 92.829 unit.
Lalu, mengacu pada laporan yang sama atas data terakhir yang dirilis, yakni pada kuartal IV/2023, tercatat jumlah terminal ATM, CDM, dan CRM menjadi 91.412 unit, artinya susut 1.417 unit dari kuartal sebelumnya.
Bahkan, bila dibandingkan secara tahunan, jumlah ini kian menyusut hingga 2.604 unit ketimbang jumlah ATM, CDM dan CRM bank pada periode sama tahun lalu alias kuartal IV/2022 yang sempat menyentuh 94.016 unit.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan maraknya penutupan bagi sederet perbankan lantaran hasil digitalisasi dan upaya efisiensi bisnis perbankan.
“Menurut saya, ini karena adanya digitalisasi dan hasil perhitungan bank, [di mana] cabang bank tersebut terlihat kurang menguntungkan bisnis bank,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (4/5/2024).
Senada, salah satu pemain KBMI I, PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) tak menampik hal tersebut. Perseroan sendiri telah melakukan penutupan lima kantor cabang sejak tahun 2019.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan secara umum, penutupan kantor cabang bank memang kerap disebabkan beberapa alasan, mulai dari efisiensi operasional, perubahan teknologi hingga preferensi nasabah.
Saat ini, semua bank sudah melakukan digitalisasi layanan, pasalnya banyak nasabah lebih memilih untuk menggunakan layanan perbankan digital, yang pada akhirnya mengurangi kebutuhan untuk berkunjung ke kantor cabang.
“Terjadi perubahan perilaku nasabah bank, mereka lebih sering menggunakan ATM, aplikasi mobile banking, dan internet banking untuk keperluan transaksi perbankan sehari-hari,” ujarnya kepada Bisnis.
Di samping itu, kata Efdinal, pemeliharaan kantor cabang cukup memakan biaya operasional yang cukup yang tinggi untuk biaya sewa kantor, membayar utilitas seperti listrik, telepon, serta membayar gaji karyawan.
“Dengan menutup kantor cabang yang dianggap tidak produktif, [dinilai] dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan profitabilitas,” ucapnya.
Perubahan strategi bisnis untuk lebih fokus ke layanan digital pun tak luput menjadi faktor penutupan kantor cabang. [Sehingga, ini tidak memerlukan kehadiran cabang fisik],” imbuh Efdinal.
Pada saat dihubungi terpisah, Ekonom Poltak Hotradero juga menyebut keberadaan ATM fisip sendiri kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Makin tinggi rasio BOPO menunjukkan makin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya.
"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital [QRIS] makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.
Walau demikian, dia tak menutup mata apabila ada sejumlah bank Tanah Air yang mencatatkan kenaikan mesin ATM lantaran adanya kebutuhan. Akan tetapi, jika tak diperlukan, biasanya perbankan tetap akan memilih untuk mengurangi ATM yang ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel