Marak Kasus Penyalagunaan QRIS, Merchant dan Konsumen Harus Lebih Teliti

Bisnis.com,11 Jun 2024, 22:17 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Pelanggan membayar minuman via transaksi digital menggunakan fitur QRIS di salah satu kedai kopi, Jakarta, Jumat (21/7/2023)/JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Penipuan modus pemalsuan kode QRIS di Tanah Air yang marak harus membuat para pedagang (merchant) lebih berhati-hati dalam melakukan pengawasan, terutama dalam menempatkan kodenya agar tidak diganti pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng menyoroti bahwa secara umum, perbankan, penyedia sistem layanan keuangan, merchant aggregator dan payment gateway, seharusnya tidak bisa disalahkan ketika terjadi penipuan dengan QRIS yang belakangan marak terjadi. 

"Kalau ini nothing wrong sama QRIS-nya [penyedia sistem], ini masalah pemalsuan di merchant-nya, sehingga para merchant harus hati-hati terhadap penempatan stiker QRIS agar tidak dipalsukan," kata Mekeng, Senin (10/6/2023).

Namun, di samping para merchant, legislator Fraksi Partai Golkar itu juga mengingatkan para konsumen dan penyedia sistem keuangan berhati-hati ketika memindai QRIS. Terutama, kata dia, pengguna bisa memastikan pemindaian QRIS menjadi milik pihak yang seharusnya.

"Pemalsuan ini juga terjadi, contohnya di rumah-rumah ibadah, sehingga sebagai pengguna QRIS harus hati-hati dan teliti membaca rekening penerimanya," ujar Mekeng.

Dia juga mengingatkan para merchant atau lembaga bisa melakukan cek secara berkala terhadap QRIS yang terpasang untuk mencegah aksi penipuan. "Ya, pengecekan rutin dan random," kata Mekeng.

Seperti diketahui sejumlah penipuan melalui QRIS masih marak terjadi. Selain QRIS palsu di masjid, ada juga modus menciptakan QRIS palsu yang seolah-olah berasal dari toko atau merchant yang sah.  

Modus lain seperti scamming, di mana pelaku penipuan mengaku sebagai pihak yang sah dan menawarkan hadiah giveaway jika korban melakukan transfer mengunakan QRIS.

Ada pula modus dengan mengaku pihak dari bank dimana korban dalam percakapan dengan pelaku diminta memberikan informasi OTP dan dipandu melakukan transaksi QRIS.

Pakar hukum dan konsultan keuangan Hendra Agus Simanjuntak sepakat bahwa perusahaan penyedia sistem pembayaran biasanya sudah mempersenjatai diri dengan ISO 27001:2022 tentang Sistem Managemen Keamanan Informasi dan IS0 37001:2016 tentang sistem Managemen Anti Penyuapan.

"Jadi, perusahaan sejak awal sudah membentengi diri dan meningkatkan kualitas managemennya untuk mencegah terjadi penyalagunaan transaksi digital, misalnya melalui QRIS," ujarnya.

Hendra menilai setiap terjadi penyalagunaan QRIS, maka penegakan hukum harusnya berlaku kepada oknum yang melanggar asas kepatutan tersebut.

Dia menilai sangat tidak adil jika terjadi satu kasus di mana penguna menyalagunakan QRIS, namun implikasi merembet ke seluruh transaksi digital yang ada.

"Jadi kalau ada satu kasus, maka oknum itu saja yang mendapatkan efek hukum, baik itu pidana atau perdata. Sementara arus transaksi lainnya yang sesuai kepatutan fungsi dari QRIS," tambah Hendra. 

Menurutnya, kemajuan era digitalisasi sekarang ini memang punya efek negatif berupa timbulnya penyalahgunaan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, penting bagi regulator menetapkan aturan yang dapat dijalankan dengan baik dan benar serta dapat diawasi oleh semua pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini