Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi masih terkontraksinya premi dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked.
Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada kuartal I/2024, premi unit linked turun 16% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp19,22 triliun dari Rp22,98 triliun pada kuartal I/2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap pihaknya terus mendorong perbaikan proses pada pemasaran, pengelolaan kewajiban, dan pengelolaan dana, agar portofolio unit linked dapat memberi manfaat sebagaimana yang dijanjikan kepada pemegang polis.
“OJK juga terus mendorong perusahaan asuransi jiwa untuk mengembangkan produk proteksi agar dapat memberikan perlindungan terhadap risiko terkait jiwa pemegang polis, sehingga dapat meningkatkan kontribusi positif bagi produktivitas masyarakat,” kata Ogi dalam jawaban tertulis, Selasa (11/6/2024).
Lebih lanjut, Ogi mengatakan pihaknya juga mendorong perusahaan asuransi untuk terus mengembangkan cara yang lebih efektif dalam mengelola asumsi yang digunakan untuk menetapkan premi dan kewajiban, dan melakukan monitoring atas penempatan investasi yang sesuai dengan kewajiban, serta memperhatikan aspek likuiditas dan kualitas aset, sehingga perusahaan dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo dan terus tumbuh secara berkelanjutan ke depan.
Sementara itu, AAJI menyoroti terkontraksinya premi unit linked. Pasalnya apabila berlarut bisa berdampak kepada industri asuransi jiwa. Bahkan Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyebut pihaknya berencana berdiskusi dengan para pemain asuransi jiwa untuk membahas unit linked pada akhirnya bulan ini.
Menurutnya akan ada beberapa poin yang akan menjadi pembahasan, salah satunya aturan wajib perekaman yang tertuang dalam SEOJK Nomor 5 Tahun 2022
“Yang rekaman, terus yang lainnya masih rahasia,” kata Togar ditemui di Rumah AAJI, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2024).
Adapun diskusi tersebut diharapkan bisa diteruskan ke OJK supaya nanti bisa mengubah atau menjadi acuan untuk merevisi aturan yang ada. Togar menyebut produk unit linked berbeda dengan produk tradisional.
Menurutnya, produk unit linked penempatan investasinya merupakan tanggung jawab pemegang polis, sementara proteksinya merupakan tanggung jawab perusahaan. Sementara untuk produk tradisional, semuanya menjadi tanggung tanggung jawab perusahaan.
Togar melanjutkan semuanya memang membutuhkan kehati-hatian, tetapi tingkat kehati-hatian produk unit linked lebih rendah dibandingkan tradisional.
“Pasalnya asuransi jiwa tradisional itu ada kewajiban-kewajiban sesuai regulasi. Misalnya cadangan teknis. Itu bisa numpuk. Nah, dalam jangka panjang, katakanlah 10 tahun, 15 tahun lagi, cadangannya tinggi gimana, nih? Kalau ini bermasalah lagi, keluar lagi tuh peraturan yang lebih ketat tentang tradisional. Akhirnya, perusahaan asuransi jualan apa?” ungkap Togar.
Oleh sebab itu, Togar mengatakan baik tradisional maupun unit linked perlu dilihat secara proporsional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel