Bisnis.com, JAKARTA - Sederet bank terus bergeliat menekan laju rasio kredit bermasalah di tengah sejumlah sektor lapangan usaha yang mencatatkan nonperforming loan/NPL tinggi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2024, ada sederet sektor yang mencatatkan kredit bermasalah yang tinggi, misalnya perikanan mencapai 5,56%. Kemudian, konstruksi mencapai 3,39%. Menariknya, secara tahunan, masing-masing mencatatkan perbaikan dari semula 6,9% dan 3,52%
Selanjutnya, perdagangan besar dan eceran mencapai 3,39% serta penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman 3,3% hingga industri pengolahan 3,22%. Apabila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, masing-masing mencatatkan NPL sebesar 3,83%; 4,71%; dan 3,99%.
Sementara itu, ada satu sektor yang memiliki pemburukan kualitas kredit, yakni jasa perorangan yang melayani rumah tangga yang naik ke level 3,54%, dari periode tahun lalu yaitu 2,49%.
Penurunan NPL di sejumlah sektor tersebut memang terjadi seiring dengan tingginya pertumbuhan kredit. Di mana, per April kredit mencapai Rp7.311 triliun, naik Rp66 triliun dari bulan sebelumnya, yaitu Maret 2024 Rp7.245 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan tak menampik perbaikan NPL di sejumlah sektor tersebut disebabkan lantaran meningkatnya permintaan.
“Kegiatan konsumsi masyarakat untuk sektor perikanan dan sektor makanan minuman serta permintaan pekerjaan konstruksi semakin membaik didukung juga dengan belanja pemerintah,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024)
Adapun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) terus menargetkan pertumbuhan kredit Bank Mandiri secara konsolidasi dapat tumbuh sesuai guidance di kisaran 13-15% yoy.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mengatakan pertumbuhan kredit akan memperhatikan portfolio guideline dan fokus pada sektor-sektor yang prospektif maupun resilien di antaranya adalah perkebunan, industri makanan & minuman, serta energi & air.
“Dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri secara aktif menjaga diversifikasi portfolio sesuai risk-appetite yang telah ditetapkan oleh bank. Bank Mandiri juga mengembangkan berbagai credit risk tools yang dalam setiap proses kredit,” katanya kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024)
Pertama, kata Ricky, dari sisi pemilihan debitur, Bank Mandiri menetapkan targeted market berupa industri yang prospektif dan targeted customer dari pemain di dalam industri tersebut, dengan menggunakan alat bantu Loan Portfolio Guideline dan Process Clearance.
Selanjutnya, Bank Mandiri memonitoring performa portfolio kredit melalui early warning signal (EWS) dan watchlist tools guna mendeteksi debitur yang berpotensi mengalami pemburukan kualitas untuk kemudian disusun account strategy dan action plan sebagai mitigasi risiko atas potensi pemburukan kredit tersebut.
“Selain itu, kami juga melakukan rebalancing portfolio guna menjaga komposisi portofolio kredit tetap didominasi sektor-sektor yang memiliki tingkat risiko relatif rendah,” ujarnya.
Selanjutnya, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) ikut menargetkan pertumbuhan kredit pada 2024 di berbagai sektor tetap mencatatkan pertumbuhan positif dengan total kredit sebesar 9%-10%.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan ke depan BCA senantiasa akan menyalurkan kredit ke sektor-sektor potensial dengan tetap memperhatikan berbagai pertimbangan seperti kondisi perekonomian domestik maupun global.
“Kami berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko disiplin,” ujarnya kepada Bisnis.
Adapun, hingga Maret 2024, rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga baik. Rasio loan at risk (LAR) BCA secara konsisten mencatatkan penurunan hingga mencapai 6,6% pada kuartal I 2024, dibandingkan dengan 9,8% periode sama pada tahun sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel