Uni Eropa Dinilai Tak Siap Terapkan Undang-Undang Deforestasi

Bisnis.com,12 Jun 2024, 12:06 WIB
Penulis: Redaksi
Petani memanen kopi di Buon Ma Thuot, Vietnam pada Selasa (28/11/2023). Kopi menjadi salah satu komoditas yang bisa terdampak oleh undang-undang deforestasi Uni Eropa, yang melarang impor sejumlah komoditas dari tempat yang terkait deforestasi. - Bloomberg/Maika Elan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi perdagangan biji-bijian Uni Eropa (UE) menyatakan ketidaksiapan kawasan tersebut dalam menerapkan aturan bebas deforestasi, terutama mengenai larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi.

Ketua kelompok perdagangan biji-bijian Coceral, Iliana Axiotiades mengatakan bahwa Komisi Eropa (European Commission) dan otoritas negara-negara kawasan itu, yang bertugas menerapkan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR), dinilai masih belum siap.

"Bahkan sistem informasi, teknologi informasi yang dibutuhkan industri untuk memberikan informasi kepada industri belum siap," ujar Axiotiades kepada para delegasi pada konferensi International Grains Council (IGC) di London, dikutip dari Reuters, Rabu (12/6/2024).

Undang-undang yang mulai berlaku pada akhir Desember 2024 ini mewajibkan importir kopi, kakao, daging sapi, kedelai, karet, kayu, dan minyak sawit untuk bersikap transparan, yakni membuktikan bahwa rantai pasokannya tidak berkontribusi terhadap deforestasi.

Jika terbukti melakukan pelanggaran, importir akan didenda hingga 4% dari omsetnya di dalam UE.

Aturan tersebut juga berlaku bagi petani Eropa, berupa larangan untuk mengekspor produk yang dibudidayakan di lahan gundul.

Sementara itu, sekitar 20 anggota UE pada Maret 2024 meminta organisasi yang berbasis di Brussels itu untuk mengurangi atau bahkan menangguhkan EUDR, dengan alasan bahwa kebijakan tersebut akan merugikan petani.

Para pemimpin UE telah melunakkan sejumlah langkah lingkungan dalam upaya meredam protes dari para petani, yang marah atas isu-isu kebijakan ramah lingkungan UE dan impor murah.

Di sisi lain, negara-negara produsen, mulai dari Indonesia hingga Brazil, juga mengkritik UEDR.

Mereka mengatakan bahwa UEDR bersifat diskriminatif dan mengakibatkan petani skala kecil tidak dapat mengakses pasar UE yang menguntungkan.

Selain itu, kekhawatiran negara-negara produsen adalah bahwa petani di daerah terpencil dan pedesaan tidak dapat memberikan koordinat geolokasi kepada pembeli barangnya.

Koordinat tersebut berfungsi untuk membuktikan bahwa pertaniannya tidak berada di lahan yang mengalami deforestasi setelah 2020, yang merupakan salah satu persyaratan utama UEDR.

Adapun, pedagang komoditas dan perusahaan barang konsumsi seperti JDE Peet's, salah satu perusahaan kopi terbesar di dunia, telah menyatakan kekhawatiran bahwa industrinya tidak akan mampu memenuhi persyaratan UEDR tepat waktu.

Melalui dinamika yang terjadi, Axiotiades yakin bahwa keputusan untuk menunda atau melanjutkan UEDR akan diambil dengan mempertimbangkan kurangnya persiapan. (Chatarina Ivanka)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini