OJK Beberkan Alasan 69 Pinjol P2P Lending Kena Sanksi Berjamaah

Bisnis.com,13 Jun 2024, 07:18 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Ilustrasi P2P Lending. /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penjelasan mengenai pengenaan sanksi kepada 69 penyelenggara P2P lending atau pinjaman online (pinjol) selama April 2024.

Jumlah pinjol yang dikenakan sanksi oleh regulator itu naik drastis ketimbang bulan sebelumnya yang hanya sebanyak 10 pinjol. Adapun, total pemain di industri P2P lending yang resmi dan diawasi OJK berjumlah 69 pinjol.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, mengungkapkan berdasarkan hasil pengawasan, terdapat pelanggaran POJK 8/2023 mengenai penyampaian rencana dan realisasi pengkinian data Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) serta penyampaian pengkinian SOP APU-PPT.

"Selain itu, terdapat pelanggaran POJK 10/2022 antara lain ekuitas minimum, komposisi Direksi dan Komisaris, serta Laporan Bulanan," jelasnya dalam jawaban tertulis, Selasa (11/6/2024).

Pengenaan sanksi administratif tersebut diharapkan dapat mendorong pelaku industri untuk meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku, sehingga pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal.

Sementara itu, hingga ini terdapat 3 perusahaan P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimal Rp2,5 miliar.

"Hal ini disebabkan karena penyelenggara belum dapat mencatat laba dan proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya.

Lebih jauh, dari sisi kinerja, Agusman menyebutkan per April 2024 industri P2P lending secara agregrat mencatatkan laba bersih senilai Rp172,84 miliar. Sementara, kredit bermasalah atau TWP90 industri menurun ke 2,79% pada periode yang sama.

Penurunan TWP90 dimaksud terutama karena jumlah nominal pendanaan macet menurun dari Rp1,83 triliun pada Maret 2024 menjadi Rp1,75 triliun pada April 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini