Piutang Pembiayaan di OJK Malang Tembus Rp7,1 Triliun

Bisnis.com,14 Jun 2024, 16:44 WIB
Penulis: Choirul Anam
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan di Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (4/4/2023). Pembelian unit KPR FLPP dapat dilakukan melalui dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). - Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, MALANG — Piutang pembiayaan di wilayah kerja kantor OJK Malang berhasil menembus Rp7,1 triliun pada posisi triwulan I/2024.

Kepala Kantor OJK Malang, Biger A. Maghribi, mengatakan realisasi piutang pembiayaan sebesar itu berarti tumbuh 10,34% yoy.

"Berdasarkan jenis penggunaan, piutang pembiayaan didominasi oleh pembiayaan multiguna sebesar 63,95% kemudian dilanjutkan oleh pembiayaan investasi sebesar 21,60%,” katanya, Jumat (14/6/2024).

Jumlah kontrak mencapai 2.206.114 unit pada akhir Maret 2024, meningkat 7,86% secara yoy. 

Ditinjau dari sektor ekonominya, kata dia, piutang pembiayaan di wilayah kerja OJK Malang paling banyak disalurkan kepada sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (porsi: 29,01%), Industri Pengolahan (porsi: 11,85%), dan Aktivitas Jasa Lainnya (porsi: 11,39%). 

“Penyaluran piutang pembiayaan tertinggi adalah di Kota Malang mencapai Rp2,4 triliun (porsi: 34,74%) dengan tingkat NPF tertinggi di Kabupaten Pasuruan sebesar 3,91%,” ujarnya.

Pinjaman yang disalurkan oleh lembaga keuangan mikro tumbuh cukup signifikan sebesar 38,19% yoy menjadi Rp11,33 miliar sampai akhir April 2024 namun risiko kredit yang dicerminkan oleh tingkat NPL juga meningkat menjadi 36,50%.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai peningkatan penyaluran pembiayaan menjadi indikasi semakin membaiknya perekonomian domestik meski kondisi global sedang tidak baik-baik saja.

Kondisi ini sejalan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru dari World Bank bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 lebih tinggi dari prediksi sebelumnya (prediksi sebelumnya 4,9% dan sekarang menjadi 5%). 

“Peningkatan pembiayaan tersebut perlu diimbangi dengan tingkat prudential yang tinggi agar risiko kredit semakin kecil,” ujar Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu.(K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Miftahul Ulum
Terkini